Tuesday, February 14, 2017

Berbangsa & Bernegara dalam Bhineka Tunggal Ika: Sebuah Ilustrasi

http://www.kompasiana.com/oktolarido/berbangsa-bernegara-dalam-bhineka-tunggal-ika-sebuah-ilustrasi_58a2a5e2c623bd9905c3edb2
by Okto Larido


Berbangsa & Bernegara dalam Bhineka Tunggal Ika: Sebuah Ilustrasi
Kehidupan berbangsa dan bernegara

Kehidupan berbangsa dan bernegara dapat diilustrasikan dengan sebuah pohon yang: 

  1. akar-akarnya berada di bawah permukaan tanah sebagai ruang privat, dan  
  2. batang pohon beserta dahan, ranting, dedaunan hingga buahnya di atas permukaan tanah sebagai ruang publik. 

Ruang privat adalah ruang interaksi kehidupan pribadi dan hakiki seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kesamaan karakteristik, seperti: pemikiran, suku, budaya, golongan, agama, dll. Akar yang menggali ke dalam melambangkan usaha untuk memperdalam, mengasah dan membentuk keunikan masing-masing karakteristik tersebut.

Ruang publik adalah ruang interaksi yang kita gunakan secara bersama-sama MESKIPUN memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan di antara sekelompok orang yang hidup bersama dalam suatu wilayah, yang disebut negara Indonesia ini, berpotensi menimbulkan gesekan, sehingga secara alamiah dibatasi oleh bingkai ETIKA dalam hidup bermasyarakat dan HUKUM dalam hidup bernegara. Bingkai dengan berbagai perbedaan di dalamnya ini menjadi identitas kita sebagai bangsa bagi seluruh dunia dan saya lambangkan sebagai sebuah batang pohon.

Akar dalam ruang privat WAJIB memperdalam dirinya. Kebudayaan suku dan keunikannya yang terjaga adalah harta, bukan hanya bagi bangsa namun bagi kemanusiaan. 

Pengamalan Sila I Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah melalui pendalaman agama masing-masing dan melaksanakannya dalam kehidupan pribadinya masing-masing. 

Kesungguhan setiap individu dalam menjalankan keyakinan, budaya dan hal hakiki lainnya dijamin dalam Sila II Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, untuk memastikan _setiap orang memiliki hak dan menunaikan kewajibannya tanpa mengganggu orang lain.    

Konsekwensi terhadap hal di atas adalah: 

  1. Semakin dalam akar menggali, maka semakin jauh perbedaan di antara masing-masing karakteristik yang ada, NAMUN 
  2. Semakin dalam akar menggali, maka semakin kuatlah batangnya. 


Seperti Sila III Pancasila, Persatuan Indonesia, meskipun banyak akar di dalam tanah dengan seluruh perbedaannya, yang nampak diatas hanyalah satu batang pohon yang kuat.    

Batang inilah yang menjadi penopang bagi: 

  1. sendi-sendi kehidupan kita berbangsa dan bernegara, yang saya lambangkan sebagai dahan dan ranting,  
  2. yang memberikan kita perlindungan, yang saya lambangkan sebagai daun, dan  
  3. yang memberikan kita penghidupan, yang saya lambangkan sebagai buah.     


Di bawah pohon inilah seluruh keluarga, baik suami, istri, ibu, ayah, dan/atau anak kita hidup, yang kesejahteraan dan kebahagiaannya tergantung sejauh mana seluruh akarnya menggali dengan baik dan memberikan kehidupan bagi seluruh bagian pohon ini.    

PERBEDAAN diantara kita yang hakiki TERBUKTI SEBAGAI KEKUATAN, selama : 

  1. akarnya benar-benar menggali ke dalam, untuk diamalkan dalam perbuatan secara pribadi dan kepada sesama. Akar yang benar akan teruji melalui daun dan buahnya apakah memberikan kesejukan, kedamaian, perlindungan dan kehidupan atau justru sebaliknya;  
  2. akar yang tidak tertanam namun selalu ingin keluar dari dalam tanah dan dilihat orang, akan melemahkan batang, tidak melakukan fungsinya untuk memberikan kehidupan, namun menjadi benalu, dan berakibat negatif bahkan hingga membunuh pohon itu sendiri; dalam hal ini berbangsa dan bernegara.    


Sila IV Pancasila menjelaskan kekuasaan ada di tangan rakyat melalui wakil-wakil yang dipercayai untuk melakukan pemusyawaratan. Dari uraian di atas, pastikanlah wakil-wakil yang terpilih adalah orang yang mengakar dengan kuat apapun latar belakangnya, namun pastikan memiliki tujuan untuk memberikan kehidupan dan perlindungan bagi semua orang di negara ini, dengan demikian Sila V Pancasila : Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia akan terpenuhi.  

#SalamBhinnekaTunggalIka. 

Thursday, February 02, 2017

Pemerintah Luncurkan Program Besar Atasi Ketimpangan Sosial

http://www.depkes.go.id/article/view/17020100002/pemerintah-luncurkan-program-besar-atasi-ketimpangan-sosial.html#sthash.3hmeS8dU.dpuf



Jakarta, 1 Februari 2017

Untuk mengatasi ketimpangan ekonomi-sosial yang terjadi selama ini, pemerintahan Jokowi Jusuf Kalla meluncurkan sebuah program besar Kebijakan Ekonomi Berkeadilan. Kebijakan ini merupakan langkah konkret implementasi Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, terutama Sila ke-3 (Persatuan Indonesia) dan sila ke-5 (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia). 

Kebijakan ini bersifat affirmative action untuk mencegah terjadinya reaksi negatif terhadap pasar, terhadap sistem demokrasi, sekaligus mencegah terjadinya friksi akibat konflik sosial di masyarakat, kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Selasa (31/1), di Istana Bogor. Meski begitu, Darmin menegaskan kebijakan ini tidak berbasis ras atau etnis namun lebih pada upaya meningkatkan equity (permodalan) masyarakat golongan ekonomi lemah agar mereka mendapat kesempatan untuk meningkatkan kapasitas serta memperbaiki kualitas hidupnya.

Undang Undang Nomor 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis memang menegaskan pentingnya negara memberikan perlakuan dan perlindungan yang sama kepada setiap warga negara tanpa memandang ras dan etnis. Ini juga sejalan dengan tesis Profesor Amy Chua dari Yale Law School dalam bukunya yang berjudul  Wold on Fire: How Exporting Free Market Democracy Breeds Ethnic Hatred and Global Instability (2003). Menurut Chua, demokratisasi berpotensi meningkatkan konflik etnis ketika etnis minoritas lebih makmur secara disproporsional. Untuk mencegah  hal itu terjadi, pemerintah pun mengambil kebijakan afirmatif terhadap kelompok ekonomi lemah.

Menurut Darmin, Kebijakan Ekonomi Berkeadilan ini mencakup 3 (tiga) area pokok, yakni kebijakan berbasis lahan, kebijakan berbasis kesempatan, dan kebijakan berbasis peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Kebijakan berbasis lahan meliputi reforma agraria, pertanian, perkebunan, masyarakat miskin kota (urban poor), nelayan dan budidaya rumput laut. Sedangkan kebijakan berbasis kesempatan meliputi sistem pajak berkeadilan, manufaktur dan ICT, ritel dan pasar, pembiayaan dan anggaran pemerintah. Berikutnya kebijakan berbasis peningkatan kualitas SDM meliputi vokasi, kewirausahaan (entrepreunership) dan pasar tenaga kerja.

Penguasaan Lahan Berlebihan

Indonesia adalah negara agraris yang mempunyai penduduk terbesar keempat di dunia. Dari seluruh luas daratan di Indonesia sebesar 189 juta hektar, 2/3 atau 64% di antaranya adalah kawasan hutan dengan luas  sekitar 121 juta hektar. Sedangkan sisanya adalah kawasan non hutan (69 juta hektar). Jika dihitung berdasarkan kawasan non hutan saja, kepadatan penduduk di Indonesia menempati peringkat ke-2 dunia dengan tingkat kepadatan penduduk 4,26 jiwa/hektar. Indonesia hanya berada di bawah India sebagai negara paling padat penduduknya dengan tingkat kepadatan 5,78 jiwa/hektar.

Jawa merupakan pulau terpadat (56% penduduk Indonesia tinggal di Jawa), tersubur, teririgasi, sekaligus motor perekonomian Republik Indonesia. Namun, Jawa juga adalah pulau paling besar jumlah penduduk termiskinnya. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Jawa pun paling pesat. Sehingga kebutuhan lahan di Jawa sangat penting. Untuk itu, perlu ada sebuah kebijakan berbasis lahan yang memberikan akses kepada pihak yang paling termarjinalisasi, yaitu petani tanpa lahan, penduduk miskin perkotaan dan pedesaan, nelayan.

Pemerintah memiliki program Reforma Agraria. Masalahnya, lahan yang tersedia sebagai objek TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) seluas 9,5 juta Ha sebagian besar berada di luar Jawa. Karena itu, pemerintah perlu mengharmonisasikan program Reforma Agraria dengan Kebijakan Ekonomi Berkeadilan ini.

Selama ini, penguasaan lahan secara berlebihan oleh pihak-pihak tertentu menyebabkan terjadinya ketimpangan. Karena itu pemerintah akan melakukan pendataan terhadap kepemilikan lahan, land bank, izin yang dimiliki maupun kebun yang sudah ditanami di sektor perkebunan di seluruh Indonesia. Paralel, pemerintah akan merumuskan kebijakan pengembangan dan peremajaan kebun rakyat secara bertahap. 

Dari 8 komoditas perkebunan, 7 komoditas menguasai 52% lahan perkebunan dan menghidupi 15,5 juta jiwa, namun hanya memiliki nilai tambah kurang dari 30%. Penyerapan tenaga kerja pada 7 komoditas perkebunan ini pun relatif mandeg, sehingga pemerintah memandang perlu menetapkan kebijakan untuk mendorong peranan swasta, khususnya di luar komoditas kelapa sawit. 

Komoditas seperti tebu, teh, karet, kelapa, kakao, kopi dan cengkeh memerlukan kerja sama swasta yang lebih banyak demi mendorong terbentuknya perkebunan rakyat berbasis koperasi yang mempunyai manajemen yang baik dan produktivitas tinggi. Peranan swasta terutama diharapkan dalam hal penyediaan bibit, peningkatan rantai nilai, peningkatan kualitas, dan menjadi offtaker atau avalis.

Capital Gain Tax

Salah satu alat yang paling efektif untuk menerapkan Kebijakan Ekonomi Berkeadilan adalah melalui sistem perpajakan. Pajak progresif terhadap pihak yang memiliki aset, modal kuat dan profit yang besar sangat diperlukan sebagai sumber pembiayaan kebijakan afirmatif untuk membantu pihak yang lebih lemah.

Selama ini ada kecenderungan pajak transaksi yang dibayar oleh pembeli maupun penjual tanah cenderung lebih rendah dari pajak yang seharusnya dibayar dari nilai transaksi sebenarnya. Untuk itu, pemerintah akan mengubah sistem transaksi yang mengacu pada NJOP menjadi capital gain tax. Akan ada disinsentif melalui unutilized asset tax untuk mencegah spekulasi tanah maupun pembangunan properti yang tidak dimanfaatkan. 

Sedangkan untuk meningkatkan partisipasi pengusaha UMKM dalam rantai nilai pengadaan pemerintah, pemerintah akan mengubah basis pengadaan yang selama ini dilakukan oleh Kementerian/Lembaga menjadi penciptaan pasar-pasar di mana masyarakat diberdayakan dalam memilih bantuan (Rights to Choose Program) yang mereka perlukan. Dengan program ini, diharapkan akan tercipta banyak lapangan kerja.

Pemerintah juga akan mencegah tergerusnya peranan warung-warung, toko dan pasar tradisional, dari ancaman pasar/toko modern bermodal kuat. Hal ini dapat tercapai dengan meningkatkan kemampuan masyarakat melalui skema koperasi yang mempunyai kemampuan manajemen dan daya saing tangguh (korporatisasi koperasi).

Dari sisi sektor manufaktur, dari bisnis UMKM yang berjumlah 90% dari total pemain hanya mempunyai nilai tambah sebesar 5%. Karena itu pemerintah akan mendorong peningkatan skala maupun nilai tambah dari bisnis UMKM, selain meningkatkan peranan manufaktur dalam PDB nasional

Job Matching

Selama ini Indonesia banyak mendidik calon tenaga kerja, baik melalui sistem pendidikan akademis maupun jalur vokasional. Faktanya, banyak lowongan kerja tidak terisi karena tidak cocoknya keahlian para lulusan tersebut. Di sinilah perlunya job matching antara pasar tenaga kerja dengan skill (ketrampilan) atau pendidikan ketrampilan yang dibutuhkan. Apalagi banyak jenis pekerjaan yang ada pada saat sekarang akan menjadi tidak relevan karena perkembangan zaman. Sementara pekerjaan di masa depan belum terdefinisikan pada saat ini. 

Karena itu sistem pendidikan keahlian/ketrampilan para calon tenaga kerja perlu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman dan kemajuan teknologi. Masyarakat juga harus mengubah mindset dari semata-mata mengejar gelar akademis, menjadi masyarakat yang menghargai keahlian profesi.

"Kita harus menyadari bahwa senjata yang paling ampuh dalam menghadapi ketimpangan sosial adalah peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan," ujar Darmin.

'If you want 1 year prosperity, grow a grain. If you want 10 year prosperity, grow a tree. If you want 100 year prosperity, grow people.' (ekon) *Humas Kemenko Perekonomian dan Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo.