Wednesday, June 24, 2015

Indonesia terkini by Rhenald Kasali

https://www.facebook.com/ezki.suyanto/posts/10152852184296428

Guys, dolar sudah tembus Rp 13.3 ribu. Sebentar lagi akan banyak kita saksikan postingan yang hanya mengeluhkan keadaan dan complain. Padahal bagi mereka yang memiliki entrepreneurial thinking & action, remember this one: Every single bad news is good news. It is opportunity.Dulu saat dollar tembus Rp 17.000 (krismon 1998) dimana-mana hanya ada komplain, karena sebagian besar pengusaha hutangnya in USD. Tetapi diam-diam petani kopi di Lahat, lampung, dll, hidup senang dari export. Demikian juga exportir lainnya. Senang diam saja. Rugi, ramai!
Tentu ini tidak akan menyenangkan bagi mereka yang berpenghasilan tetap: PEGAWAI. Apalagi jika sudah sangat konsumtif. Tentu ini menyulitkan bagi pengrajin Tempe, karena sebagian besar bahan baku kedelai kita masih impor. Tapi ini baik bagi petani kedelai lokal.

Sayangnya, luas lahan pertanian kedelai untuk memenuhi perut kita yang doyan makan tempe tidak memadai. Selain masakah alam dan logistic. Sayangnya pula, ini menjelang hari raya. Kebutuhan pangan kita sedang tinggi2nya. Stok kita pun perlu penanganan khusus, sebab kita tinggal di negri kepulauan yang uang untuk bangun infrastrukturnya bertahun2 telah kita bakar buat subsidi BBM di daerah padat.

Dan KEPAHITAN INI masih harus kita jalani minimal 3 tahun ke depan. Mengapa 3 TAHUN?. Karena inilah PERUBAHAN. Ketika kurva ekonomi sedang naik ke atas, kita bongkar karena ekonomi selama ini TIDAK BALANCE. Selama ini tidak balance antara kapitalisme dengan kerakyatan, antara Indonesia barat dengan timur, antara plutokrat dengan buruh. 

KITA Bongkar, terjadi perubahan, kurva pertama dalam SIGMOID CURVE kita tinggalkan. Masuk ke kurva kedua, harus siap turun dahulu. TURUN karena rakyat kaya tak disubsidi BBM nya, impaknya pada harga pangan, tapi infrastruktur yang dibangun baru akan jadi 3 tahun lagi. 

PADAHAL infrastruktur yang buruk itulah yang mengakibatkan kita kalah bersaing dengan negri jiran, logistic cost kita mahal, ketimpangan dsb. Pelabuhan2 baru yang lautnya dalam, dermaga lebih luas, dengan teknologi baru, akan jadi 3 tahun lagi. Kita baru pada tahap groundbreaking.

Selama 30 tahun Jasa Marga hadir, kita hanya bisa membangun 800 km jalan tol. Kini akan dibangun jalan tol baru besar2an. Selama bertahun2 kita sedikit sekali mebangun power plant, bberapa tahun terakhir hanya 1.000-2.000 MW. Kini dibangun 7-10.000 MW setahun. Selama puluhan tahun kereta api hanya ada di jawa dan sebagian Sumatra, tahun depan ribuan KM akan dibangun di semua pulau Nusantara.

Semua itu akan membuat kita lebih baik, tapi 3-5 tahun lagi. Sabarkah kita? Ini masalah besar. Kesabaran bukan masalah kecil. Sulit disangkal kita tengah terbelenggu oleh Zona Nyaman. Nyaman dengan uang banyak, pulsa murah, bebas bicara, dan jual kecap. Kita lagi senang ganti gadget, motor-mobil, ziarah, piknik, umroh, beli tas mewah (40% yang antri di hermes Paris adalah orang kita).

Pengacara kita juga senang karena sedang banyak kasus korupsi, prostitusi, artis konflik, sengketa tanah, judicial review dst. Feenya pun tinggi. Dokter juga senang karena rumahsakit penuh terus, penyakit tak kunjung habis di negri ini. Bahkan dukun pun sibuk.
Wirausaha juga senang karena masih bisa menghindar dari pajak, meski perijinan mahal, toh bisa usaha tanpa izin. Guru2 juga senang karena sejak gajinya membaik, status lebih menaik, motor pun berganti mobil.

Politisi yang korup juga makin senang karena KPK sedang melemah dan mereka bisa mengajukan praperadilan. Orangtua pun senang karena memasukkan anak ke SD sampai SMA pun gratis. Tak banyak yang menyadari bahwa uang kuliah kita pun underprice. Kebanyakan preman pun juga senang karena mereka bisa membuat ormas yang tak bisa dibubarkan. Ormas2 bisa jadi alat untuk menekan, demo bayaran dll.

Tetapi semua itu selalu disambut dengan PENYANGKALAN. Menyangkal telah menjadi kaya. Kita terus merasa miskin dan akhirnya kelakuan kita pun bak rakyat miskin. Kita menjadi lebih banyak menuntut ketimbang berbuat, blamming others ketimbang mengkoreksi diri, mencari2 kesalahan ketimbang usulan. Kita menjadi lebih banyak ingin menguasai, mengambil. Ketimbang memberi. Dan menjadi tak sabaran.

Padahal, perubahan kita suarakan. Kita tuntut. Namun tak banyak yang mengerti, perubahan itu artinya PENGORBANAN. PERUBAHAN itu butuh kita. Butuh dukungan moril. Bukan hujatan. Kalau anda hujat, mereka akan kembali POPULIS dan AMBIGU seperti masa lalu. 

BERBAHAGIALAH kalian yang bersabar, yang sudah melihat (masa depan itu), meski BELUM TERLIHAT. NAMUN kasihanilah, mereka yang DIBUTAKAN, apalagi yang sudah buta namun mulutnya pedas, enteng menghujat dan selalu menyuarakan kebencian.
Sekali lagi, PERUBAHAN butuh KITA. Jangan buang waktu. BERBUAT jauh lebih baik ketimbang mencari-cari kesalahan. Kata E Rossevelt, The Future belongs to those who believe in the beauty of their dreams. Action yuk.

(Rhenald Kasali)

Kalau saja setiap anak Bangsa bisa memberikan konstribusi "sedikit" saja bagi bangsa ini....maka kita akan menjadi Bangsa Besar.......

Monday, June 22, 2015

Menghabisi Dahlan Iskan dan Sri Mulyani


http://indonesianreview.com/gigin-praginanto/menghabisi-dahlan-iskan-dan-sri-mulyani
by gigin-praginanto



Strategi menuju 2019
IndonesianReview.com -- ‘Pembantaian’ terhadap para tokoh potensial dalam Pilpres 2019 dimulai. Sri Mulyani dan Dahlan Iskan jadi target. Ada unsur dendam juga tampaknya.
Sementara ini Sri Mulyani boleh merasa aman. Maklum, dia berhasil menangkis sekaligus memantulkan ‘peluru’ yang ditembakkan oleh Bareskrim ke arah Jusuf Kalla. Hingar bingar tentang keterlibatan mantan Menkeu itu dalam kasus korupsi penjualan kondensat kepada PT TPPI, pun langsung hilang.
Namun pihak polisi tak kalah tangkas. Setelah Sri Mulyani berbicara kepada pers, Jusuf Kalla buru-buru dinyatakan tak bersalah oleh Brigjen Pol Victor Simanjuntak, kepala direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus  Bareskrim Polri. Ketika masih menjadi wakil presiden di bawah SBY, menurut Sri Mulyani kepada Pers, adalah Jusuf kalla yang pegang kendali penjualan kondensat tersebut.
Sementara itu, mantan menteri BUMN Dahlan Iskan kini sedang diburu oleh kejaksaan dalam berbagai kasus korupsi. Termasuk di antaranya kasus korupsi di PLN, yang pernah ‘ditelanjangi’ habis-habisan oleh Dahlan untuk membuat BUMN ini bebas korupsi (lihat: “Saat Dahlan Membongkar PLN” ). Ketika itu Dahlan memperoleh pujian dari segala penjuru nusantara karena belum pernah ada pimpinan PLN yang berani mengambil langkah seperti itu.
Kini Dahlan telah dinyatakan sebagai tersangka oleh Kejati DKI,  dan dilarang ke luar negeri. Sementara itu Kejati Jatim sedang mengicar Dahlan atas kasus hilangnya asset milik BUMD Jatim, PT Panca Wira Usaha. Sedangkan Kejagung bernafsu menjerat Dahlan dalam kasus pengadaan 16 unit mikrobis listrik dan bis listrik kelas eksekutif pada PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Perusahaan Gas Negara (PGN), dan PT Pertamina ketika dia masih menjabat sebagai Menteri BUMN.
Bila dilihat latar belakang Sri Mulyani dan  Dahlan Iskan, keduanya memiliki kemiripan. Selain sama-sama dikenal bersih dan cerdas, mereka juga pernah terlibat langsung dalam pertarungan sengit melawan tokoh yang sedang sangat berkuasa di pemerintahan sekarang ini. Sri Mulyani melawan Jusuf Kalla, dan sedangkan Dahlan Iskan melawan Surya Paloh. Secara politik, keduanya memiliki potensi untuk maju sebagai calon kuat dalam Pilpres 2019.
Pada 2006, ketika menjadi Menkeu, Sri Mulyani pernah memerintahkan Bea Cukai untuk menyegel 12 helikopter karena belum melunasi pajak impor senilai Rp 2,1 miliar. Sri Mulyani tak peduli bahwa helikopter tersebut diimpor atas permintaan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan dilaksanakan oleh perusahaan PT Air Transport Services milik Achmad Kalla.
Lalu, setahun kemudian, Sri Mulyani menyatakan tak setuju pada  proyek pembangkit listrik 10 ribu megawatt karena dibiayai dana asing tetapi akan dikerjakan perusahaan Kalla Grup dan kawan-kawan. Ketika itu Kalla menanggapi penolakan Sri Mulyani dengan alasan yang menanggung risiko adalah Presiden dan Wakil Presiden, bukan menteri.
Sri Mulyani juga pernah menentang rencana Kalla untuk membuat peraturan bahwa pengalihan konsesi jalan tol bisa dilakukan kapan saja tanpa menunggu pembangunannya selesai.  Alasan Sri Mulyani, bila rencana Kalla menjadi kenyataan, jual-beli konsesi bakal marak.
Sedangkan Dahlan Iskan pernah terlibat dalam debat terbuka melawan Surya Paloh dalam Pertemuan Puncak Pemimpin Redaksi Seluruh Indonesia pada 2013 lalu. Dalam acara itu Dahlan mengaku tidak mau memanfaatkan koran atau media elektroniknya untuk kepentingan politik. Dengan alasan, kalau itu dilakukan, koran dan media elektroniknya tidak akan laku.
Pernyataan Dahlan ditanggapi berapi-api oleh Surya Paloh. Maklum, Surya Paloh kerap berpidato panjang lebar di Metro TV. Dia juga kerap secara terbuka memanfaatkan korannya – Media Indonesia – untuk melancarkan serangan politik.
Kini sebagai orang paling berkuasa di Nasdem, dan sukses menempatkan kadernya sebagai Jaksa Agung dan Menkopolhukam, Surya Paloh tentu tak ingin menyiakan kesempatan untuk memberi Dahlan pelajaran. Apalagi selama ini semua media di bawah Jawa Pos bersikap kritis terhadap pemerintah. Foto dan tulisan Dahlan Iskan juga hampir selalu muncul di halaman depan, yang bisa membuat dirinya menjadi calon sangat kuat dalam Pilpres 2019. Bagaimana tidak, di luar Jakarta, hanya grup Kompas yang bisa mengimbangi pengaruh grup Jawa Pos.
Surya Paloh sendiri, seperti biasanya, tentu akan memanfaatkan Metro TV secara habis-habisan untuk menghadapi perlawanan Dahlan Iskan. Sedangkan sikap TVOne tentu sangat tergantung pada hasil akhir tawar-menawar politiknya dengan pemerintah.
Masyarakat tentu hanya bisa menjadi penonton pertarungan elite tersebut. Soal siapa yang akan keluar sebagai pemenang,  rakyat zaman sekarang mungkin cuma bergumam, “paling kita dibohongi lagi.”