Sunday, May 28, 2017

3 penggerak hidup manusia

https://www.facebook.com/mayanovarini/posts/10154811250494542
Maya Novarini

Mari kita mulai kultum kita malam ini (waktu Amrik bagian west coast).
Ada setidaknya 3 hal yang menjadi penggerak manusia dalam hidupnya, hampir tidak ada satu manusia pun yang terkecualikan; sayangnya hal-hal tersebut juga rentan sekali dieksploitasi orang lain.
Tiga hal tersebut adalah :
1. The need for safety, yaitu keinginan mengejar rasa aman.
2. The need to belong, yaitu keinginan dianggap sebagai bagian dari grup, komunitas / masyarakat tertentu.
3. The need to be important, yaitu keinginan dianggap penting, berguna, diakui dan dihargai.
Ok, sekarang kita bahas sisi serunya, ketika ketiga hal tersebut akhirnya dieksploitasi orang lain.
1. Semua orang ingin cari aman. Akhirnya ....
- Ada orang yang akhirnya memeras orang lain supaya mereka terhindar dari investigasi hukum.
- Kepala sekolah / dekan / guru yang meminta secara tidak langsung uang suap kepada orang tua yang ingin anaknya masuk perguruan tinggi / sekolah tertentu. Rela diperas demi keamanan sosial (terdaftar di institusi bergengsi).
- Penegak hukum yang memaksa diberikan pelayanan seksual oleh pelacur yang baru ditangkap, dengan iming-iming dibebaskan. Bukannya diberikan kesempatan, penyuluhan dan rehabilitasi melalui program ketrampilan supaya bisa mencari pencaharian dengan cara lebih sehat, malah dieksploitasi demi memuaskan napsu. PSK tersebut merasa tidak ada jalan lain untuk mencari keamanan.... dan akhirnya dia pun harus menerima perlakuan tsb.
- Tokoh agama yang khotbahnya memupuk rasa bersalah dan pelan-pelan dia sematkan konsep untuk memberi amal dalam bentuk uang, untuk menebus dosa, mencari pahala atau ketenangan batin (padahal hal-hal tersebut gak bisa diukur oleh si tokoh agama itu sendiri). Uang yang masuk ke rumah ibadah itu sekalipun dari publik, tapi tidak dituntut audit - sistemnya HANYA TUHAN YANG TAHU. Dan apa yang Tuhan tahu? Ternyata si tokoh agama beli mobil mewah, rumah mewah, jalan-jalan ke luar negeri, konsumsi narkoba, menyewa PSK, membangun perusahaan kapitalis. Gak ada yang dia transfer ke Tuhan..... orang bersedia ditipu demi ilusi keamanan surgawi.
- Sebuah organisasi teror bersorban dikenal sering memalak bisnis-bisnis dari kecil sampai besar, kalau enggak? Didemo, digrebek, dibakar. Dari warteg sampai diskotek.
- Si Rijik, teroris mesum yang menyamar sebagai ulama bahkan sampai bohong diburu sniper dan kabur ke padang pasir, karena takut dipenjara atas berbagai macam tindakan anarkis dan asusilanya. Merasa aman itu penting, walaupun dalam kasus Rijik .... akhirnya dia justru diperbudak dan dikerdilkan ketakutannya, keinginan menjadi aman justru membuatnya menjadi seorang pengecut mental kerdil yang mengecewakan pengikut-pengikutnya.
- Banyak kelompok-kelompok tertentu menggunakan agama dalam mengeksploitasi obsesi manusia akan rasa aman. Rasa aman bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat bagi sebagian orang. Akhirnya mereka sampai sanggup menyakiti orang, menjajah hak beragama orang lain, menolak pemimpin tidak seiman, menolak toleransi dengan umat beragama lain, menolak konsensus damai .... ketika diancam akan masuk neraka. Siapa sih yang bisa merasa aman di neraka? Ya mungkin cuma yang kafir kaya saya.... wkwkwk.
2. Menjadi bagian dari grup atau komunitas. Ini adalah hasrat yang paling berbahaya. Banyak orang yang rela membunuh, memerkosa, merampas, menyakiti, menghina orang lain hanya supaya diterima oleh kelompok pilihannya.
- Homophobic yang diam-diam ternyata gay pasti yang paling agresif meneror hidup kaum LGBT, berteriak-teriak dengan dalil-dalil dan argumentasi keagamaan; padahal yang dia inginkan hanyalah menjadi bagian dari grup anti LGBT - tapi untuk apa? Riset memaparkan fakta statistik bahwa orang yang homophobic itu justru penyuka sesama jenis, akan tetapi tertekan secara sosial. Mereka harus menonjol, paling agresif, paling brutal, paling biadab, paling menggeba-gebu lebih dari yang lain, supaya diakui oleh kelompoknya. Banyak tokoh-tokoh agama dan politik kanan yang menjual ideologi konservatif justru ketahuan menyewa prostitusi sesama jenis.
- Banyak pendemo bersorban itu berteriak anti pornografi, sementara orang yang dijadikan panutan pun mengoleksi video porno dan terlibat hubungan sex dengan non muhrim. Tapi mereka rela aja menghabiskan tenaga untuk membela seorang teroris, karena segitu besarnya keinginan mereka untuk menjadi bagian kelompok tertentu .... yaitu .... KELOMPOK CALON PENGHUNI SURGA. Padahal, udah pasti lah mereka akan konak kalau lihat Miyabi nyebrang jalan, bahkan demo bela agama 212 wiro sableng itu bisa batal sekalian.
- Banyak masyarakat yang masih sempit ruang geraknya, karena hambatan ekonomi atau paranoia sosial. Akhirnya mereka stay di kampung, tidak mau terekspos budaya baru, takut nekat demi masa depan lebih aman di tempat lain. Nah, orang-orang yang kaya gini .... yang jadi sumbu pendek, akhirnya dimanfaatkan sekelompok orang berkepentingan. Mereka bukan hanya mudah diprovokasi, tapi mereka BUTUH DIPROVOKASI. Karena bagi masyarakat terpencil di tengah peradaban maju, didekati kelompok tertentu, diberi insentif sekalipun kecil (nasi bungkus, uang receh), diberikan tujuan, objektif atau orientasi membuat mereka merasa AKHIRNYA MENJADI BAGIAN dari sebuah kelompok baru, yang lebih kuat dan berpengaruh. Membuat mereka merasa lebih hidup. Contoh, sekelompok orang kampung yang berteriak PKI HARUS MATI, CINA HARUS MUSNAH, PENDUKUNG PENISTA AGAMA DILARANG DIMAKAMKAN DI SINI. Siapa sih yang bangun tidur, sikat gigi terus ngaca dan senyum terus bilang begini "Hari ini, saya akan membunuh orang" Wkwkwkwk. Kagak ada. Bahkan psychopath pun gak sesederhana itu pemikirannya.
Tapi akhirnya ketertutupan mereka dari nilai-nilai sosial yang positif, inklusif, terbuka dan progresif menjadi bumerang yang mereka tidak sadari merusak diri sendiri. Hasrat ingin menjadi bagian dari kelompok yang lebih kuat pun dimanfaatkan oleh kelompok jahat yang menawarkan ilusi menjadi bagian dari mereka.
Pokoknya kita ini saudara dan mereka itu semua iblis, najis, cina, calon penghuni neraka. Padahal motivasi mereka adalah menggoyang stabilitas sosial, merusak ketentraman dan mengalihkan fokus masyarakat dari titik-titik yang harus dikritisi dari pemerintah atau partai politik. Contoh, banyak anak muda yang mendadak jadi sibuk demo bersorban ketika Agus mencalonkan diri jadi gubernur. Emang apa yang dicari anak-anak muda itu? Bukan nasi bungkus semata. Sederhana aja, ingin dirangkul, dianggep saudara, dijadikan bagian dari tribe. Persis kaya suku-suku pedalaman atau nenek moyang kita jaman dulu. Terus yang mengeksploitasi mereka siapa? Ya, udah tahu lah....
3. Hasrat untuk dianggap penting. Nah ini yang paling nuance / mengelabui.
- Pelaku bom bunuh diri dinamakan pengantin, diperlakukan spesial karena memang mentalnya dikondisikan untuk resistant terhadap reverse thinking. Jangan sampai mereka mikir, "Shit, the fuck am I trying to do. This is so fucked up. I am outta here." dan akhirnya mereka mundur. Pengantin-pengantin ini menerima kordinasi langsung dari orang-orang yang lebih senior, berpengaruh atau tinggi jabatannya; membuat mereka merasa yakin bahwa martir adalah tombak kekuatan organisasi. Dalam ilusi yang ditanamkan di pikiran mereka, dengan kenekatan membunuh dirinya sendiri demi tujuan organisasi; maka teman-teman seperjuangan dan pemimpin2nya akan mengenangnya sebagai pahlawan - selamanya. Padahal itu tidak pernah terjadi. Kalau bunuh diri adalah solusi menuju kemenangan absolut seperti yang diadvokasikan petinggi-petinggi organisasi tersebut, kenapa gak mereka sendiri yang menjadi martir? Ini contoh taktik pemimpin dalam mengeksploitasi obsesi pengikutnya yang ingin dianggap penting.
- Menjadi penting juga bukan hanya di hadapan orang, organisasi, pimpinan, tapi juga di mata sosok Tuhan. Dan obsesi ini selalu dieksploitasi organisasi-organisasi berkedok agama. Dalam orasi-orasi yang provokatif, sekalipun anarkis, bikin jemaah bertanya-tanya, tapi begitu si provokator memasukan dalil-dalil yang intinya "INI ADALAH JALAN YANG DIRIDHOI TUHAN, LAKUKAN LAH JIKA INGIN DICINTAI TUHAN" bahkan provokasinya bisa sekeras "TEROR MEREKA, JIKA KAMU INGIN MENJADI PENGHUNI SURGA" Emang tuh provokator siapa sih? Udah kaya bouncer diskotik aja, menentukan siapa yang masuk surga atau gak.
---------
Rasa aman, dianggap saudara dan dianggap penting.
Adalah 3 motivasi manusia dalam hidup. Kalau mau menjadi manusia yang terhindar dari para penipu yang mengeksploitasi tenaga, waktu, suara bahkan kemerdekaan kita sebagai manusia dan lalu merampas hak-hak kita atas pendidikan yang baik, kebebasan beragama dan hukum yang adil.
Yang bisa kita lakukan adalah ... banyak baca dan rendah hati menerima wawasan yang membantahkan keyakinan kita sendiri, jangan buta, tuli dan menutup diri dari kenyataan, sejarah dan sudut pandang baru. Ikhlas bahwa kita bisa keliru, kitab suci bisa keliru, agama bisa keliru, pemimpin spiritual bisa keliru, orang tua bisa keliru. Ga ada apapun, siapapun di dunia ini yang kebal perubahan. Tuhan sudah berganti berkali-kali, bertambah dan berkurang. Banyak kitab suci sudah berganti, dicetak ulang, dipalsukan, dibakar, ditulis ulang dan akhirnya pun tidak dibaca lagi. Banyak masjid yang sudah menjadi gereja. Banyak rumah ibadah yang sudah rata menjadi tanah. Semua yang kita miliki sekarang, yang kita yakini, yang kita teriaki, yang kita percayai, suatu saat nanti akan tidak relevan lagi, kadaluarsa ditelan jaman.
Entah muncul penggantinya atau musnah total.
Tapi akan selalu ada ada cara-cara baru untuk mengeksploitasi obsesi manusia dalam mencari rasa aman, eksistensi sosial dan reputasi.

Saturday, May 27, 2017

Menolak Ide Khilafah

http://nasional.kompas.com/read/2017/05/26/15370351/menolak.ide.khilafah?utm_term=Autofeed&utm_campaign=Echobox&utm_medium=Social&utm_source=Twitter#link_time=1495832317
Oleh: Moh Mahfud MD


(Kompas/Didie SW)


Buktikan bahwa sistem politik dan ketatanegaraan Islam itu tidak ada. Islam itu lengkap dan sempurna, semua diatur di dalamnya, termasuk khilafah sebagai sistem pemerintahan”. Pernyataan dengan nada agak marah itu diberondongkan kepada saya oleh seorang aktivis ormas Islam asal Blitar saat saya mengisi halaqah di dalam pertemuan Muhammadiyah se-Jawa Timur ketika saya masih menjadi ketua Mahkamah Konstitusi.

Saat itu, teman saya, Prof Zainuri yang juga dosen di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, mengundang saya untuk menjadi narasumber dalam forum tersebut dan saya diminta berbicara seputar ”Konstitusi bagi Umat Islam Indonesia”.

Pada saat itu saya mengatakan, umat Islam Indonesia harus menerima sistem politik dan ketatanegaraan Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sistem negara Pancasila yang berbasis pluralisme, Bhinneka Tunggal Ika, sudah kompatibel dengan realitas keberagaman dari bangsa Indonesia.

Saya mengatakan pula, di dalam sumber primer ajaran Islam, Al Quran dan Sunah Nabi Muhammad SAW, tidak ada ajaran sistem politik, ketatanegaraan, dan pemerintahan yang baku. Di dalam Islam memang ada ajaran hidup bernegara dan istilah khilafah, tetapi sistem dan strukturisasinya tidak diatur di dalam Al Quran dan Sunah, melainkan diserahkan kepada kaum Muslimin sesuai dengan tuntutan tempat dan zaman.

Sistem negara Pancasila

Khilafah sebagai sistem pemerintahan adalah ciptaan manusia yang isinya bisa bermacam-macam dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Di dalam Islam tidak ada sistem ketatanegaraan dan pemerintahan yang baku.
Umat Islam Indonesia boleh mempunyai sistem pemerintahan sesuai dengan kebutuhan dan realitas masyarakat Indonesia sendiri. Para ulama yang ikut mendirikan dan membangun Indonesia menyatakan, negara Pancasila merupakan pilihan final dan tidak bertentangan dengan syariah sehingga harus diterima sebagai mietsaaqon ghaliedzaa atau kesepakatan luhur bangsa.

Penjelasan saya yang seperti itulah yang memicu pernyataan aktivis ormas Islam dari Blitar itu dengan meminta saya untuk bertanggung jawab dan membuktikan bahwa di dalam sumber primer Islam tidak ada sistem politik dan ketatanegaraan. Atas pernyataannya itu, saya mengajukan pernyataan balik. Saya tak perlu membuktikan apa-apa bahwa sistem pemerintahan Islam seperti khilafah itu tidak ada yang baku karena memang tidak ada.

Justru yang harus membuktikan adalah orang yang mengatakan, ada sistem ketatanegaraan atau sistem politik yang baku dalam Islam. ”Kalau Saudara mengatakan bahwa ada sistem baku di dalam Islam, coba sekarang Saudara buktikan, bagaimana sistemnya dan di mana itu adanya,” kata saya.

Ternyata dia tidak bisa menunjuk bagaimana sistem khilafah yang baku itu. Kepadanya saya tegaskan lagi, tidak ada dalam sumber primer Islam sistem yang baku. Semua terserah pada umatnya sesuai dengan keadaan masyarakat dan perkembangan zaman.

Buktinya, di dunia Islam sendiri sistem pemerintahannya berbeda-beda. Ada yang memakai sistem mamlakah (kerajaan), ada yang memakai sistem emirat (keamiran), ada yang memakai sistem sulthaniyyah (kesultanan), ada yang memakai jumhuriyyah (republik), dan sebagainya.

Bahwa di kalangan kaum Muslimin sendiri implementasi sistem pemerintahan itu berbeda-beda sudahlah menjadi bukti nyata bahwa di dalam Islam tidak ada ajaran baku tentang khilafah. Istilah fikihnya, sudah ada ijma’ sukuti (persetujuan tanpa diumumkan) di kalangan para ulama bahwa sistem pemerintahan itu bisa dibuat sendiri-sendiri asal sesuai dengan maksud syar’i (maqaashid al sya’iy).

Kalaulah yang dimaksud sistem khilafah itu adalah sistem kekhalifahan yang banyak tumbuh setelah Nabi wafat, maka itu pun tidak ada sistemnya yang baku.

Di antara empat khalifah rasyidah atau Khulafa’ al-Rasyidin saja sistemnya juga berbeda-beda. Tampilnya Abu Bakar sebagai khalifah memakai cara pemilihan, Umar ibn Khaththab ditunjuk oleh Abu Bakar, Utsman ibn Affan dipilih oleh formatur beranggotakan enam orang yang dibentuk oleh Umar.
Begitu juga Ali ibn Abi Thalib yang keterpilihannya disusul dengan perpecahan yang melahirkan khilafah Bani Umayyah. Setelah Bani Umayyah lahir pula khilafah Bani Abbasiyah, khilafah Turki Utsmany (Ottoman) dan lain-lain yang juga berbeda-beda.

Yang mana sistem khilafah yang baku? Tidak ada, kan? Yang ada hanyalah produk ijtihad yang berbeda-beda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Ini berbeda dengan sistem negara Pancasila yang sudah baku sampai pada pelembagaannya. Ia merupakan produk ijtihad yang dibangun berdasar realitas masyarakat Indonesia yang majemuk, sama dengan ketika Nabi membangun Negara Madinah.

Berbahaya

Para pendukung sistem khilafah sering mengatakan, sistem negara Pancasila telah gagal membangun kesejahteraan dan keadilan. Kalau itu masalahnya, maka dari sejarah khilafah yang panjang dan beragam (sehingga tak jelas yang mana yang benar) itu banyak juga yang gagal dan malah kejam dan sewenang-wenang terhadap warganya sendiri.

Semua sistem khilafah, selain pernah melahirkan penguasa yang bagus, sering pula melahirkan pemerintah yang korup dan sewenang-wenang.Kalaulah dikatakan bahwa di dalam sistem khilafah ada substansi ajaran moral dan etika pemerintahan yang tinggi, maka di dalam sistem Pancasila pun ada nilai-nilai moral dan etika yang luhur. Masalahnya, kan, soal implementasi saja. Yang penting sebenarnya adalah bagaimana kita mengimplementasikannya.

Maaf, sejak Konferensi Internasional Hizbut Tahrir tanggal 12 Agustus 2007 di Jakarta yang menyatakan ”demokrasi haram” dan Hizbut Tahrir akan memperjuangkan berdirinya negara khilafah transnasional dari Asia Tenggara sampai Australia, saya mengatakan bahwa gerakan itu berbahaya bagi Indonesia. Kalau ide itu, misalnya, diterus-teruskan, yang terancam perpecahan bukan hanya bangsa Indonesia, melainkan juga di internal umat Islam sendiri.

Mengapa? Kalau ide khilafah diterima, di internal umat Islam sendiri akan muncul banyak alternatif yang tidak jelas karena tidak ada sistemnya yang baku berdasar Al Quran dan Sunah. Situasinya bisa saling klaim kebenaran dari ide khilafah yang berbeda-beda itu. Potensi kaos sangat besar di dalamnya.

Oleh karena itu, bersatu dalam keberagaman di dalam negara Pancasila yang sistemnya sudah jelas dituangkan di dalam konstitusi menjadi suatu keniscayaan bagi bangsa Indonesia. Ini yang harus diperkokoh sebagaimietsaaqon ghaliedzaa (kesepakatan luhur) seluruh bangsa Indonesia. Para ulama dan intelektual Muslim Indonesia sudah lama menyimpulkan demikian.

Moh Mahfud MD
Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN); Ketua Mahkamah Konstitusi RI Periode 2008-2013

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Mei 2017, di halaman 6 dengan judul "Menolak Ide Khilafah".

Monday, May 15, 2017

Recap dari pembicaraan denny siregar d dharmawangsa tanggal 15 Mei:

https://www.facebook.com/budi.soehardi/posts/10158805743995691
Budi Soehardi

Recap dari pembicaraan denny siregar d dharmawangsa tanggal 15 Mei:
Kondisi negara kita saat ini meniru pola yang terjadi di Suriah sebelum perang. Ingat propaganda negatif tentang Basshar Al Assad (yang juga disebarkan BBC, CNN, Al Jazeera), lalu pengumpulan donasi untuk membantu korban perang? Denny Siregar (DS) sudah melihat gejala ini sejak 2011 tapi banyak yang tidak percaya. Malah dia dibilang kafir dan banyak yang mau penggal kepalanya sampai dia gak pernah kasih tahu orang alamat rumahnya. Takut anak istrinya diapa-apakan.
Ahok adalah martir. Tujuan akhir ya Jokowi. Tapi hikmah dari kasus Ahok adalah masyarakat awam jadi mulai melek politik, peduli dengan apa yang terjadi, dan mulai mengerti bahwa kita perlu kawal Jokowi supaya di sini tidak kejadian seperti di Suriah.
Kejadian Suriah itu juga membawa hikmah bagi kita untuk belajar dari kesalahan mereka. Semua yang terjadi di Suriah sebelum perang sudah kelihatan terjadi juga di sini. Misalnya, saat demo 411 tahun lalu, kalau Jokowi, Polri dan TNI gak main cantik, demo 411 itu bisa jadi trigger untuk kejadian seperti di Suriah.
Alhamdulillah Jokowi, Polri dan TNI tetap tenang dan menunjukkan simbol-simbol komunikasi bahwa mereka "mendukung" demo, padahal itu adalah cara mereka supaya lawan berpikir kalau mereka kawan.
Sebagai presiden, Jokowi memang nekat, dan menurut DS, Jokowi gak pernah menunjukkan emosinya. Istilah DS "Jokowi bukan cool, tapi terlalu dingin" :-D
Yang mau menguasai Indonesia ini memang kaum yang punya utopia mau menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Tapi sebenarnya ada banyak pihak yang menunggangi mereka, jadi bukan cuma sekelompok orang tertentu saja yang ingin negara ini kacau, tapi juga negara-negara lain (negara tetangga misalnya) yang khawatir Indonesia jadi besar (terutama secara ekonomi) dan negara-negara atau pihak-pihak yang mau memanfaatkan sumber daya alam kita.
DS bilang Jokowi kan pernah bilang kalau sumber daya alam Indonesia ini bisa jadi petaka buat kita, karena banyak yang ngincer. Jadi banyak pihak yang saling tunggang menunggangi. Dan mereka mau pakai beberapa isu, seperti:
1) Sunni vs Syiah
2) Islam vs non Islam
3) islam vs PKI
4) pribumi vs non pribumi
Pendukung gerakan-gerakan ini dananya luar biasa besar, triliunan rupiah, dan mereka sabar, mainnya pelan-pelan. Dari tiga pilar agama Islam di Indonesia, dua sudah mereka kuasai: MUI dan Muhammadiyah. NU memang belum, tapi NU sudah mulai terpecah internalnya, kecuali Anshor yang masih solid.
Tips DS: kalau pilih pemimpin, pilihlah yang tidak didukung PKS. Jangan pilih calon yang didukung PKS.
Menurut DS, NU kalau berhasil disusupi juga oleh Islam radikal, habis lah kita. NU kan ada sekitar 80 juta pengikutnya. Makanya selain Jokowi, NU inilah yang juga perlu kita kawal.
Memang cara radikal itu menyusup lewat dana ke pesantren, mesjid, dan yayasan-yayasan amal Islam karena mereka itu memang butuh dana. Karena itu DS sarankan juga untuk kita dukung dan jaga NU karena selama ini negara telah mengabaikan mereka padahal mereka inilah mayoritas Muslim di Indonesia.
Gerakan radikalisme yang ditunggangi ini dianalogikan DS seperti kanker, menyusup pelan-pelan. Buktinya sudah dibiarkan, bahkan dipelihara, selama 10 tahun lebih oleh pemerintah (terutama di era SBY). Jadi sekarang seperti kanker stadium 3. Kalau diingat beberapa kejadian di rentang 2015-2016 di Tolikara, Singkil, lalu ketika teroris Santoso dianggap mati syahid (untuk mengirimkan pesan bahwa Santoso dipuja Muslim karena melawan Kristen), kisah gembong narkoba Freddy Budiman, pembakaran vihara, lalu Ahok.
Dengan adanya kasus Ahok, banyak orang yang jadi makin melek politik, mulai bangkit semangatnya buat bela negara. Makanya dia bilang Ahok itu martir, tujuan perantara saja.
Di Indonesia ini memang sejak dulu ya isu yang bisa dimainkan adalah agama. Dia bilang Eep sebagai profesional tahu sekali soal itu, jadi katanya kalau negara kita kacau seperti Suriah, itu salah orang-orang seperti Eep yang gunakan itu untuk pecah belah kita!
DS kutip hadits Nabi soal perang akhir jaman, dan inilah yang sedang kita hadapi sekarang dengan kejadian di Suriah misalnya. Banyak orang yang menyebarkan fitnah, dan ini kita melawan bangsa kita sendiri, bukan melawan penjajah dari bangsa lain.
DS cerita kisah Nabi waktu bagi-bagi harta pampasan perang di Mekkah, lalu ada satu orang yang protes bilang Nabi gak adil. Kata DS, di hadits dijelasin ciri-ciri orangnya: jenggot panjang dan dahinya kapalan [baca artikel DS ttg kaum sarungan vs kaum gamis].
Kalau lihat skala dunia, memang target Islam radikal ini dua negara: Turki dan Indonesia. Sekarang Turki sudah kena (2016), dan berikutnya targetnya kita (Indonesia, 2019). Fitnah akan disebarkan kalo Jokowi itu PKI, dan itu bisa akibatkan kudeta bahkan sebelum 2019.
Katanya sih Kapolri Tito dan Panglima TNI Gatot masih jagain Jokowi banget. Mereka gunakan simbol-simbol komunikasi, contohnya waktu ada demo di Monas: para polisi zikir dulu, trus Gatot pakai kopiah putih. Sebenarnya waktu dia pakai kopiah putih itu dia mau sampaikan pesan kalo dia bagian dari mereka.
DS bilang demo 411 itu sebenarnya bisa bikin perang mulai berkobar, kalau saja tidak diantisipasi oleh pemerintah dibantu TNI dan Polri.
Sebagai pemimpin, Jokowi sebenarnya pintar, tidak tertebak. Berbeda gayanya dengan Ahok yang gak bisa jaga emosi (istilahnya kalau main layangan, Ahok narik terus, sedangkan Jokowi tarik ulur).
DS bilang kalau donasi-donasi yang dikerahkan untuk Suriah itu sebenarnya digunakan buat mendanai perang di sana, bukan buat anak-anak korban perang. Jadi kita juga ditipu sama donasi semacam ini. Kabarnya soal aliran dana donasi ini sedang diperiksa polisi. Tapi sudah berjalan selama 5 tahun, dan baru sekarang polisi menginvestigasi. DS bilang mereka yang melakukan pemanfaatan donasi itu sebagai iblis yang berbaju ulama.
Kita juga harus hati-hati dengan Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) yang katanya dibentuk sejak 2013 di mesjid kecil di Cijagrak Bandung dengan dana yang luar biasa besar. Dalam sehari, gerakan ini bisa memunculkan 2-3 jaringan di seluruh Indonesia (kan tidak mungkin kalau uangnya gak banyak). Padahal Syiah di Indonesia jumlahnya kecil banget dan bahkan tidak terdeteksi. Jadi tujuan mereka memang mau bikin stigma bahwa Syiah harus diperangi (“darah Syiah halal hukumnya”).
Stigmanya dibentuk pelan-pelan seperti dulu jaman Orde Baru yang bikin stigma soal PKI. NU akan distigmakan juga sebagai Syiah. Quraish Shihab dan Said Aqil Siradj kan sudah dituduh Syiah juga.
Tadi aku nangis denger DS cerita anaknya waktu kelas 1 SMP di sekolahnya (sekolah Islam) dibagikan buku “Kesesatan Syiah”. DS marah sekali karena "anak SMP mustinya dikenalin ke cinta bukan kebencian kepada sesama".
Jadi, salah satu tips nya DS lagi: jangan tertipu sama ajaran-ajaran berkedok agama di sekolah seperti ini.
Dia sebut ada pesantren yang akhirnya berubah radikal karena penyumbang dana memasukkan orang mereka ke situ dan mulai memengaruhi pesantren. Tapi pesantrennya gak bisa apa-apa karena tergantung pada dana dari si donor. Satu lagi yang kita belajar dari Suriah: konsep ulama direbut dan diklaim sama mereka, sementara para ulama yang lama (senior) dirusak reputasinya.
DS bilang “ketika Muhammadiyah meninggalkan Buya Ma’arif, di situlah saya tahu kalau Muhammadiyah sudah disusupi.”
Ulama-ulama baru yang bermunculan ini terkoneksi dengan ulama-ulama di luar negeri. Tadi DS bilang kenapa kita perlu jagain NU karena Pancasila dan NKRI itu sudah terbukti ada di orang-orang NU (itu sudah jadi bagian dari keimanan warga NU). Jadi sebenarnya mereka itu sudah gak usah lagi diajakin bela NKRI.
Contoh lain: tahun 2013 di mesjid di Sentul juga sudah mulai ada ajakan perang sama Syiah. Cuma karena waktu itu orang belum banyak yang paham Sunni vs. Syiah, jadi ajakannya belum banyak disambut. Di Indonesia (sebenarnya) gak di kenal konflik Sunni – Syiah, karena Islam di Indonesia masih tradisional.
Makanya mereka pakai isu lain: Cina vs. Non Cina (Pribumi vs. Nonpribumi), PKI atau Islam vs Kristen. DS bilang kita harus berterima kasih kepada Ahok karena setelah kasus Ahok ini, DS jadi tahu dimana "mereka" selama ini bersembunyi dan bisa mengetahui apa yang akan mereka lakukan. Misalnya, kita jadi tahu strategi mereka yang gunakan jaringan mesjid.
Jadi kaum radikal menunggangi rakyat bawah, padahal mereka juga (mungkin tanpa mereka sadari) juga ditunggangi oleh negara-negara lain atau kekuasaan yang lebih besar.
Soal Islam fundamental dan tradisional (dua kekuatan di Indonesia): baca artikel DS R ttg kaum sarungan vs kaum gamis
DS bilang salah satu kesuksesan Jokowi adalah ketika kemarin Indonesia Timur gak bergejolak setelah Ahok divonis bersalah. Mereka malah galang dukungan bantu jaga NKRI. Ini buah dari Jokowi yang bangun kawasan Indonesia Timur dengan infrastuktur seperti Trans Papua dll
Balik dikit ke Turki, kalau dilihat, kaum radikal ini menguasai Turki cuma dalam waktu 3 tahun, mulai 2013 di Mesir (Ihwanul Muslimin) dan Turki di 2016.
Strategi yang dipakai menjatuhkan Turki: berdiri di belakang tokoh yang delusional mau pegang kekuasaan seumur hidup dan menjanjikan kekuasaan ke orang itu (Erdoga di Turki).
Ihwanul Muslimin ini katanya akan menyasar pemimpin yang lemah secara karakter, yang takut kehilangan suara karena dia gak punya apa-apa untuk ditawarkan, jadi radikalisme dipelihara (didanai) untuk meperoleh suara (didanai). Sama seperti orang yang memelihara kemiskinan.
Dia kasih contoh Kementerian Kominfo sewaktu menterinya menginstruksikan untuk menutup akses Internet ke portal-portal Islam radikal, sudah tidak ada artinya karena anak-anak buah si Menteri sudah bocorkan infonya dan mereka langsung ganti nama website-website tersebut.
Jokowi jadi sulit gerak karena walaupun menteri-menteri diganti, orang-orang di kementerian itu sudah mereka kuasai dan orang-orang ini yang menguasai hal-hal teknis, jadi walaupun menteri kasih perintah, bisa juga tidak didengar. Mereka sudah mengakar, sejak 1998 setelah Reformasi.
Harusnya, kata DS, pemerintah bukan cuma membubarkan HTI – yang atas desakan Ansor – tapi juga melarang atau membekukan ideologinya, seperti PKI dulu.
Indonesia Khilafah itu cuma kendaraan saja. Yang diincar ya sumber daya alam kita. Teten Masduki salah satu tokoh yang sukses disebut PKI. Jadi sekarang apa-apa yang terjadi di negara ini akan dibikin semua salah Jokowi (SALAWI – salah Jokowi).
Love
Comment
Comments
Budi Soehardi Perlu di note : yang saat ini sepertinya mau kuasai NKRI , mereka belum tentu Sadar Atau belum tentu tahu alias bodo mau ditunggangi oleh yang Jadi dalangnya 

Semua negara didunia mengincar Indonesia karena banyak hal yang Kalau dikelola Dengan baik bisa membuat dunia sejahtera
LikeShow More Reactions
Reply1 hr

Friday, May 05, 2017

say No to Discrimination and Abuse

SURAT TERBUKA HT (HERRY TJAHJONO) KEPADA PRESIDEN JKW

https://www.facebook.com/julia.m.vantiel/posts/10155335198214637





















Surat yg indah......

SURAT TERBUKA HT (HERRY TJAHJONO) KEPADA PRESIDEN JKW

Bapak Jokowi yang saya hormati,

Pada saat pilpres yang lalu, sesungguhnya saya tidak memilih bapak – melainkan Prabowo. Tentang kenapa pilihan saya seperti itu, biarlah untuk saat ini tak perlu saya jelaskan. Ada hal lebih penting ingin saya sampaikan kepada bapak. Meskipun Prabowo jagoan saya waktu itu keok, namun tidak otomatis saya gagal move on – lalu membenci bapak seperti para “hater Jokowi” yang membabi-buta itu. Saya belajar untuk menjadi WNI yang dewasa, yaitu dengan cara patuh dan mendukung pemerintahan bapak – tanpa kehilangan daya kritis. Kedewasaan seorang warga negara diukur dari kesediaannya untuk hormat kepada pemimpin yang sah, sekalipun itu bukan pilihannya.

Dan setelah sekian tahun bapak memerintah, respek saya makin tumbuh dan kuat. Bapak – setidaknya sampai hari ini – membuktikan sebagai RI 1 yang bersih, berani, tegas, dan pekerja keras tanpa pamrih demi bangsa dan rakyat. Hasilnya mulai bisa dirasakan dan dilihat. Itu sebabnya saya ingin bapak bisa lebih panjang memerintah dan membangun negeri ini. Namun ketika sampai pada keinginan ini, kekhawatiran justru mulai merambah hati saya.

Pilkada DKI Jakarta yang baru usai ternyata menyisakan pekerjaan rumah besar bagi bangsa ini. Pilkada paling brutal itu telah merusak sendi-sendi berbangsa dan bernegara yang selama ini kokoh dan relatif harmonis. SARA, politisasi agama dan ektrimnya “segala cara” telah dipakai – dan akibatnya : gubernur petahana kalah. Pilkada ini – setidaknya menurut saya – harus dibayar mahal oleh kita semua, yakni : tersingkirnya seorang manusia baik, terlemparnya seorang gubernur terbaik yang pernah dimiliki republik ini.

Tapi itu belum seberapa pak, sebab saya yakin – sesakit apapun gubernur petahana itu – ia masih bisa menanggungkannya. Ekses lain yang jauh lebih buruk mesti kita hadapi bersama. Kehidupan sosial politik yang mulai kacau-balau dan dipenuhi oleh radikalisme serta intoleransi - yang bahkan merambah jantung pertahanan terakhir sebuah bangsa : pendidikan. Berbagai sekolah sudah diracuni oleh radikalisme dan SARA. Ada sekolah yang siswanya menolak Ketua OSIS karena berbeda agama. Ada sekolah yang mengajar siswa SD nya untuk membenci Cina, sebab Cina itu penjajah. Sebuah video pendek beredar, tentang seorang warga yang memaki-maki pemilik toko Cina. Dia mengancam akan membasmi orang Cina. Orang itu berani pongah dan petentengan, seolah merasa tak akan tersentuh hukum. Banyak lagi lainnya pak. Situasi masyarakat sangat gerah, dipenuhi kecemasan – seperti orang yang gelisah menunggu sebuah bom waktu. E.F. Schumacher – seorang filsuf hebat dan pakar ekonomi madya pernah bilang : "pendidikan adalah aset terbesar sebuah bangsa.” Dan kini aset terbesar kita itu telah diracuni oleh virus SARA, radikalisme dan intoleransi. Jika aset itu rusak, masa depan bangsa ini akan rusak pula.

Pada saat-saat menyesakkan seperti inilah saya teringat pada bapak sebagai Presiden saya. Ada asa yang terselip dalam hati saya, bahwa bapak bisa berbuat sesuatu bagi bangsa yang sedang sempoyongan ini. Kita tak perlu membesarkan hati atau menipu diri seolah tak terjadi apa-apa di tengah masyarakat kita pak. Sesuatu yang buruk dan mencemaskan sedang terjadi. Saya berharap banyak pada bapak. Tapi untuk itu bapak harus memerintah lebih lama lagi di negeri yang kita cintai ini.
Dua tahun lagi pilpres kembali digelar pak. Dan itu waktu yang tak banyak, kita tak punya kemewahan waktu untuk berkata “tarsok, tarsok – ntar besok, ntar besok”. Kemenangan kelompok radikal dan para politisi dalam kubu seberang membuat mereka berada di puncak kepercayaan diri. Mereka yakin sekali dengan keberhasilan dalam pilkada Jakarta. Ada “benchmark” strategi yang akan mereka lakukan lagi dalam pilpres mendatang. Kemungkinan besar mereka akan memakai jasa konsultan politik yang sama, yang hanya mempedulikan trofi kemenangan di atas apapun. Hati-hati pak, kalau tidak salah – konsultan itu juga pernah membantu bapak dalam pilpres yang lalu. Jika Ahok dipolitisir habis lewat isu non Muslim dan Cina, maka bapak yang Jawa dan Muslim sudah mulai dipolitisir dengan isu PKI. Virus PKI itu telah terasa disebarkan di tengah masyarakat pak. Tapi bisa jadi mereka juga tengah menggodok isu lain - plan B - untuk dijadikan bom bagi bapak.

Pada saat yang sama radikalisme terus bergerak berdentam-dentam setiap hari. Sudah saatnya bapak melakukan sesuatu dengan lebih tegas dan konkrit pak, sebelum semuanya terlambat. Mayoritas rakyat yang cinta NKRI sudah siap di belakang bapak. NU dengan Banser dan GP Ansornya yang luarbiasa kuat itu bahkan sudah mulai bergerak. Menurut saya, Negara tidak bisa hanya berdiri di tengah pak. Negara harus berpihak. Kenapa ? Sebab yang kita hadapi adalah musuh Negara. Kenapa musuh Negara ? Sebab kelompok radikal itu ingin mengubah Pancasila dan NKRI. Bukankah jelas itu musuh Negara ? Kenapa Negara ragu untuk berpihak pada rakyat dan kaum yang sudah jelas membela Negara ?

Banser dan GP Ansor siap “perang” pak, namun mereka membutuhkan dukungan Negara. Musuh Negara sudah jelas harus dibereskan. Semakin lama pembiaran ini, semakin brutal dan merajelela mereka. Negara juga harus memobilisasikan sumber dayanya – termasuk masyarakat – untuk menghadapi mereka.

Ada kekhawatiran bahwa pihak luar akan menunggangi sekaligus membela mereka jika dihantam dengan keras, sebab mereka akan langsung “playing victim”. Tapi selama mayoritas rakyat dan unsur-unsur terkuat Islam tradisional di negeri ini bersatu di belakang bapak (NU dan Muhammadiyah) – tak satupun musuh Negara (baik dari luar dan dalam) akan mampu menghancurkan kita pak. Jadi kini sudah saatnya bertindak pak, jika mereka tidak dibubarkan – setidaknya segera dinyatakan sebagai ormas terlarang. Dengan demikian, segenap komponen masyarakat beserta Banser, GP Ansor, ormas-ormas lain pro NKRI serta aparatus Negara dengan leluasa dan obyektif bisa menghentikan mereka setiap saat.

Bapak tentu tahu Revolusi Bunga sedang melanda negeri kita. Setelah terjadi pada Ahok yang ternyata sangat dicintai rakyat Indonesia (bukan hanya Jakarta), kini Revolusi Bunga itu merembet kepada POLRI yang kita banggakan pak. Artinya, mayoritas rakyat mendukung polisi, sekaligus mengandalkan polisi untuk segera bertindak membasmi kelompok radikal musuh Negara itu. Jendral Tito menjadi harapan kita. Juga Jendral Gatot, pak. Bapak mempunyai jendral-jendral terbaik yang tak perlu diragukan.

Dua tahun tak lama lagi pak. Persiapan “perang” itu harus dilakukan sejak sekarang. Redam radikalisme secepat mungkin, dukung habis setiap komponen masyarakat yang cinta NKRI dan Pancasila. Sekolah-sekolah harus segera disterilkan dari semua virus radikalisme dan SARA. Mendikbud harus berani, keras, tegas dan menerapkan manajemen kontrol yang super ketat. Menteri Agama tidak hanya sekadar mengeluarkan seruan dan himbauan, tapi peraturan yang tegas dan keras – semua tempat ibadah bukanlah ajang untuk menyebarkan kebencian, SARA dan radikalisme dan politik. Manajemen kontrol juga sama, harus super ketat.

TV yang tidak nasionalis dalam siarannya juga harus dikontrol, dan kalau ada yang menyebarkan radikalisme serta kebencian harus diberangus. Itu hak negara. Seperti kata bapak : demokrasi tidak boleh kebablasan. Semua TV swasta wajib menyiarkan lagu Indonesia Raya secara periodik. Jangan hanya mars partai saja. TV-TV itu cari makan di Indonesia. Wajib hukumnya.

Terlepas dari berbagai kekurangannya, Pak Harto punya manajemen kontrol yang hebat soal beginian pak. Bapak bisa menirunya, tanpa harus terjebak menjadi otoriter dan totaliter. Tegas dan keras itu tidak harus otoriter pak. Pedomannya sederhana, jika NKRI dan Pancasila terancam – kita harus menghancurkan musuh itu tanpa kompromi.

Percayalah pak, jika bapak tidak segera berbenah dan bertindak soal ini – kekalahan yang tidak adil pada gubernur petahana pilkada DKI akan terulang pada pilpres. Sekali lagi, saya tidak menginginkan hal itu. Bersihkan Negara dari radikalisme, intoleransi, lalu majulah dalam pilpres yang fair dan obyektif. Jadi kalaupun kalah, maka pemenangnya adalah yang terbaik bagi bangsa ini. Namun jika pilpres nanti dikooptasi oleh situasi brutal seperti pilkada DKI dan bapak kalah – itu akan menyakitkan bagi bangsa ini.

Secara subyektif, kekalahan bapak – meski menyaktikan – tak akan menghancurkan bapak secara pribadi. Sebab saya percaya bapak adalah pribadi dan pemimpin yang berjiwa besar dan legowo. Tapi jika itu terjadi, bangsa inilah yang akan hancur berkeping-keping pak. Dan kita semua, khususnya bapak sebagai pemimpin tertinggi republik – akan menanggung dosa paling besar pada para pendiri republik tercinta ini.

Demikianlah surat yang cukup panjang ini saya kirimkan kepada pak Jokowi yang baik dan rendah hati. Semoga bapak sempat dan berkenan membacanya. Ini hanya surat seorang rakyat pak, namun naluri saya mengatakan – saya tak sendiri soal ini. Jika bapak membaca judul surat terbuka ini ada inisial HT, mohon jangan anggap HT yang satu itu ya pak. Saya dan dia sama-sama HT. Saya dan dia sama-sama Cina. Saya dan dia sama-sama Kristiani. Perbedaannya, dia super kaya dan saya tidak. Saya mendukung bapak, sedangkan dia pengin merasakan duduk di kursi bapak tahun 2019 nanti – setidaknya kursi di sebelah bapak.

Jangan ragu menggunakan kekuasaan bapak dengan bijak pak. Bijak, tidak berarti lunak dan terlalu baik pak.

Salam hormat saya pak, semoga bapak selalu dilindungi dan diberi kesehatan oleh Tuhan YME.

Thank you Mr. President…wish you all the best…

HT (Herry Tjahjono)

Link pak HT https://www.facebook.com/herry.tjahjono.9/posts/1374701042596381