Sunday, May 16, 2021

 https://en.globes.co.il/en/article-the-phenomenal-wealth-of-hamas-leaders-1000957953

Wednesday, May 05, 2021

Novel Baswedan adalah Iblis di KPK (?)

 https://www.narasikita.com/maaf-bolehkah-kita-menilai-bahwa-novel-memang-beneran-iblis-di-kpk/

 17/09/2019

Polemik seputar KPK yang bermula pada wacana revisi UU KPK oleh DPR, kini menyeret pula isu tambahan terkait penyidik KPK: Novel Baswedan.

















Sebuah berita lama kini ramai kembali dibagikan melalui jejaring sosial macam Facebook dan Whatsapp. Judulnya tak tanggung-tanggung: “Novel Baswedan itu Iblis”. Isi beritanya bisa disimak antara lain di sini: https://www.tribunnews.com/nasional/2017/08/23/irwansyah-novel-baswedan-itu-iblis

Sebagaimana diberitakan di situ, Novel disebut iblis oleh korban penyiksaan tatkala Novel masih menjabat sebagai Kasatreskrim Polda Bengkulu tahun 2004. Dituturkan oleh para korban yakni Irwansyah Siregar, Doni, Rusliansyah, dan Dedi Nuryadi bahwa tatkala mereka diinterogasi dalam kaitannya dengan kasus pencurian sarang burung walet ketika itu, mereka disiksa secara keji. Tidak sampai di situ saja bahkan mereka tidak pula mendapat perawatan medis seusai mengalami luka akibat penyiksaan tersebut. Wah, benar-benar keji.

Baiklah, itu adalah sekelumit kisah masa lalu Novel Baswedan di luar urusan menyangkut polemik seputar KPK yang kini bergulir sebagai isu panas. Namun, apakah intimidatif memang merupakan sifat dasar seorang Novel Baswedan dalam menjalankan tugasnya? Nanti dulu!

Saya tidak berani memastikan dengan yakin tanpa bukti berupa fakta empiris. Namun, apabila yang dimaksudkan oleh tokoh akademisi bidang hukum yang lumayan berpengaruh di negeri ini, Prof. Eddy Hiariej dalam video di bawah ini adalah Novel, rasanya kok tak ada alasan untuk mengelak bahwa Novel memang berkarakter suka mengintimidasi.

Ya. Profesor memang tidak mengatakan secara gamblang. Beliau cuma mengatakan bahwa beliau bisa tunjuk batang hidungnya satu-satu orang-orang di KPK yang suka main intimidasi dalam memerkarakan sebuah kasus. Lebih dari itu, profesor malah menilai kalau KPK kini tidak lagi bekerja murni menegakkan hukum (di bidang korupsi).

Alasan untuk membenarkan bahwa Novel berlaku intimidatif dalam pelaksanaan tugasnya sederhana saja. 1). Yang bisa menjadikan seseorang tersangka atau bukan adalah hasil kerja seorang penyidik. Tentu seorang penyidik tak ingin hasil kerjanya dinilai buruk. Minimal kasusnya naik ke pengadilan. Jadi, masuk akal kalau Novel diduga merupakan oknum yang dituding profesor suka intimidasi. 2). Sinyalemen dari Prof Hiariej bahwa KPK sekarang tidak murni lagi menegakkan urusan hukum. Ini berarti membuka ruang bagi hadirnya asumsi bahwa KPK juga punya misi tendensius dalam menargetkan seorang jadi tersangka korupsi. Kan kalau urusannya bukan hukum, apalagi sih motivasi di balik penargetan seseorang menjadi tersangka dalam sebuah kasus pengadilan (tipikor)? Maka, kalau motivasinya bukan penegakan hukum tetapi sangat ingin agar seseorang bisa masuk bui, tak ada cara lain selain intervensi hakim, di antaranya bisa berupa intimidasi. Ini juga masuk di akal.

Berita dua tahun lalu di mana Irwansyah, cs menuding kalau Novel itu berhati iblis, lebih sadis dari PKI, karena main intimidasi dalam menyidik sebuah kasus ternyata klop dengan sinyalemen dari Profesor Eddy tentang adanya oknum di KPK yang suka main intimidasi terhadap hakim-hakim yang menangani kasus perkara korupsi. Menurut Anda, jika kedua pernyataan tersebut dihubungkan satu sama lain, kira-kira siapa di urutan pertama oknum KPK yang pantas diduga suka main intimidasi terhadap hakim tipikor? Tentu Novel, sebab Novel jadi penyidik di KPK.

Nah, apalagi bila kita simak pernyataan Neta S. Pane di depan DPR beberapa hari lalu. Ketua Presidium Indonesian Police Watch itu mengeritik Penyidik KPK Novel Baswedan yang dinilainya kebal terhadap proses hukum. Ia mengaku heran Novel tetap dipertahankan sebagai penyidik meskipun berstatus sebagai tersangka pembunuhan.

Pertanyaan Neta tentu menjadi pertanyaan kita semua. Apakah yang membuat seorang Novel bisa kebal terhadap proses hukum di negeri ini? Sangat diduga dengan kuat bahwa itu bisa terjadi karena dia intimidatif. Apalagi “kekuasaan” sebagai penyidik KPK sangat memungkinkannya untuk melakukan hal tersebut.

Bayangkan apabila baru mau naikkan pentahapan kasusnya sebagai tersangka pembunuhan, dia tiba-tiba kirim pesan singkat di HP Anda, “Naikkan kasus saya maka Anda akan siap-siap digelandang KPK untuk kasus KKN Anda”. Ini sangat mungkin mengingat yang kita kira bukan gratifikasi sebuah pemberian tulus seseorang untuk pejabat penyelenggara negara ternyata menurut pandangan KPK malah merupakan gratifikasi. Apalagi bila pejabat tersebut nyata-nyata pernah terima suap atau korupsi. Siapa yang tak akan ciut nyalinya?

Jadi sampai di sini, bila ditanya apakah Novel Baswedan intimidatif dalam mengemban tugasnya, rasanya kok tergoda untuk menjawab iya. Tetapi, apakah dia pantas disebut iblis juga di KPK karena kemungkinan-kemungkinan tadi, saya kembalikan ke pembaca untuk menyimpulkannya sendiri.

Denny Siregar : Kisah Kasih Antara AB, NB & BW..

 narasikita.com/denny-siregar-kisah-kasih-antara-ab-nb-bw/

Oleh : Denny Siregar




S aya itu senang menganalisa sesuatu berdasarkan kepingan-kepingan informasi kemudian menyusunnya menjadi sebuah gambar besar.

Kesenangan ini membuahkan sebuah analisa yang kadang berguna untuk melihat pola apa yang sedang dipakai oleh sebuah kelompok. Dan lumayan berhasil ketika menggambarkan “niat” kelompok demo saat 411 dan 212. Tulisan saya bisa selangkah didepan gerakan mereka.

Itulah kenapa mereka sangat marah ketika niatnya terbongkar. Dan yang mereka lakukan juga polanya sama, menuduh buzzer, penjilat, dibayar istana dan segala macam.

Kadang, bahkan banyak teman juga termakan pembunuhan karakter ala mereka. Sedih memang. But the show must go on. Urusan saya adalah bagaimana membaui tempat persembunyian kelompok radikal ini, bukan melayani debat yang tidak berujung pangkal.

Masalah KPK ini sudah lama saya dengar dari banyak informasi baik dari internal maupun dari pengamat luar. Tapi saya menahan diri, tidak semua informasi bisa menjadi kepingan berharga.

Alarm saya kemudian berbunyi saat melihat seorang BW menjadi pembela saat di MK. Bukankah dia dulu ada di KPK ? Bukankah dia juga sekarang ada di tim seorang pejabat DKI ?

Dari situlah saya menelusuri kepingan-kepingan lain supaya analisa ini menjadi sebuah kesimpulan yang kuat.

Akhirnya saya menemukan fakta, bahwa KPK yang menurut informasi akurat dikomandani oleh NB yang sudah berada disana 12 tahun lamanya, sama sekali tidak pernah curiga dengan apa yang dilakukan sepupunya AB, selaku pejabat daerah.

Bahkan ia mendapat 3 penghargaan dari KPK.

Padahal aroma kolusi penerbitan IMB reklamasi sangat kuat sekali. Itu proyek ribuan trilyun rupiah, yang kata BTP, retribusi tambahannya kalau 15 persen saja, DKI bisa dapat lebih dari 100 triliun rupiah.

Tapi KPK seolah tutup mata dan tutup telinga. Malah sibuk OTT ikan-ikan kecil dengan tangkapan ratusan juta rupiah, dengan drama dan publikasi yang sungguh luar biasa.

Saya akhirnya bisa mengambil benang merah, alasan kenapa BW ada disana.

Sebagai orang yang pernah ada di dalam KPK, BW sangat paham kinerja KPK. Ini sangat berguna jika ia menjadi tim pejabat daerah. Ia bertugas “mengamankan” sistem proyek supaya aman dari jeratan KPK.

Maksud “aman” disini bisa saja bukan bagian dari pencegahan, tetapi juga supaya tidak terendus.

AB memang punya ambisi pribadi untuk menjadi RI1. Itulah kenapa dia butuh mesin-mesin yg bekerja untuk membangun jalannya ke depan. Dan mesin apalagi yang cocok jika itu bukan KPK ?

Kenapa KPK menjadi mesin yang cocok ?

Ya, pastilah. KPK adalah lembaga superbody, jadi tidak punya pengawas dan bebas menyadap siapapun yang mrk suka. Mereka independen dan sudah terlabeli “suci”. Membongkar kebusukan mereka harus rela dilabeli “pro koruptor”.

Dengan semua fasilitas itu, paling enak menembak musuh-musuh AB kelak, sekaligus mengamankan semua perangkat untuk kemudahan AB bergerak.

Siapapun calon kelak yang berhadapan dgn AB, sadap, dan tembak lewat opini di media bahwa dia korupsi. Selesai sudah. Berguguran satu persatu dan AB melenggang dgn mudah.

Sudah mulai paham dan merasa ngeri ?

Itulah kenapa penting menguasai KPK sekarang yang sudah dikuasai demi kepentingan. Marwah KPK sebagai pemberantas korupsi harus kembali, bukan menjadi agen politik yang disalahgunakan.

Dan saya harus maklum dgn teman-teman yg termakan propaganda bela KPK. Karena selama ini di benak mereka KPK adalah “pahlawan” dan harus diselamatkan.

Inilah keberhasilan org2 di dalam KPK membangun citra. Mirip orang yg masih percaya bahwa PKI masih menjadi momok yang menakutkan di era sekarang ini.

Seandainya saja, banyak dari kita mau melihat lebih luas sebuah masalah, tentu perdebatan dukung dan tolak revisi UU tidak akan terjadi.

Sejak lama sudah banyak orang yg mengingatkan bahayanya KPK jika superbody, termasuk salah satu perumus UU KPK, almarhum Adnan Buyung Nasution.

Jadi paham kan, kenapa orang-orang di dalam KPK ngamuk ketika disebut sebagai “Taliban” ? Itu pukulan telak, ketika cadar mereka terbongkar bahwa ada agenda besar yg mereka jalankan dgn memanfaatkan mesin yang ada. Wuih, habis karakter saya dibunuh mereka lewat media.

Tapi sekali lagi, the show must go on..

Sambil seruput kopi ☕☕☕