Sudirman Said
tribunnews.com
Jika orang berharap pada upacara kebesaran, mereka akan kecewa. Kalau yang ditunggu adalah diplomasi basa-basi tingkat tinggi mereka akan kecewa juga. Kalau penghormatan diterjemahkan dengan besarnya bendera, lebarnya karpet merah, dan tingginya pangkat pejabat yang menjemput, mereka akan terus bertanya "kok Presiden saya kurang dihormati?"
Semua upacara penjemputan berlangsung sederhana, cepat, efisien dan fungsional.
Dan Presiden Jokowi adalah Presiden yang sederhana, cepat, efisien, dan fungsional. Pada suatu kesempatan di Abu Dhabi, Presiden Jokowi dijemput oleh Pemimpinnya, disetiri sendiri bicara hanya berdua, dan diajak ke tempat jamuan makan kenegaraan, DI RESTAURANT JEPANG dan Bukan private room pula. Dan Presiden kita happy saja.
Di kesempatan lain saya ikut rangkaian kegiatan kunjungan kerja menyusuri Jawa bagian barat sampai Sumatera. Para Menteri tidak dibawa seluruhnya dari satu lokasi ke lokasi lainnya, melainkan diminta bergiliran mendampingi tergantung urusannya. Menteri yang sudah selesai urusannya, diminta kembali ke Jakarta. Dan Menteri yang hanya berurusan di satu titik diminta menyusul tanpa harus "repot" mengikuti seluruh rangkaian acara.
Perjalanan Presiden selalu dengan rombongan "ramping", efisien, dan seperlunya.
Kembali ke kunjungan ke AS, jika yang diharapkan adalah diskusi mendalam pimpinan kedua negara, kunjungan ini sukses besar. Semua aspek strategis dibicarakan dengan hangat dan terbuka. Investasi, ekonomi, energi bersih, perubahan iklim, teororisme, demokrasi, hingga urusan kesehatan rakyat.
Jika penghormatan diterjemahkan dengan saling respek maka kehadiran Presiden Jokowi menuai respek amat besar. Hal-hal yang sensitif dan pemerintah RI meminta tidak disentuh, Pemerintah AS mengikutinya. Sebagai contoh soal kontrak Freeport dan Kasus Bioremediasi Chevron, tidak ada pembicaraan itu sama sekali di semua sesi pertemuan baik dengan Pemerintah maupun bisnis.
Respek juga terlihat ketika selesai pembicaraan resmi kedua Pemimpin Negara, Presiden Obama mengajak Presiden Jokowi keliling Gedung Putih, bahkan diajak singgah ke area housing tempat tinggal keluarganya. Sesuatu yang amat sangat jarang dilakukan dengan tamu negaranya. Bahkan yang semula protokol menata acara pelepasan di ruang oval, Obama secara spontan mengubah rencana mengantarkan Presiden Jokowi dan seluruh delegasi ke beranda White House melewati koridor probadinya yang biasanya tidak dilewati tamu-tamu. Koridor pribadi adalah jalan penghubung antara rumah tinggal dengan kantornya di White House.
Yang terpenting, jika orang berharap pada hasil nyata kunjungan ini mereka seharusnya menghargai angka-angka ini. Ada 14 Business Deal ditandatangani, termasuk 11 bidang energi. Investasi USD 3,5 miliar disepakati. Total USD 17 miliar transaksi bisnis ditandatangani. Ada 250 lebih Pemimpin bisnis Amerika, terutama investor yang sudah sangat lama berada di Indonesia hadir dalam gala dinner yang hangat. 150 Pemimpin bisnis hadir dalam bisnis summit. Tak kurang dari 15 pertemuan "padat berisi" dilakukan oleh Presiden dan delegasinya.
Di San Fransisco, meski Presiden memutuskan akan kembali lebih cepat, dikirim empat Menteri untuk melanjutkan kunjungan kerjanya. Sejumlah business deal di bidang digital ekonomi di komandani Pak Rudiantara terus akan dijalankan, dan akan membawa Republik Indonesia to the next step dalam bidang digital ekonomi.
Presiden Jokowi adalah presiden sederhana, cepat, efisien, dan fungsional. Hasil hasil nyata yang memberi manfaat bagi rakyat lebih bermakna dari pada upacara kebesaran yang memabukkan, tapi kosong esensi.
Dalam salah satu pidato singkat di Gala Dinner semalam, dengan manis Presiden mengapresiasi karya karya Steve Job yang amat user friendly dan penuh pesan simplicity. Di ujung pidato Presiden menutup: "kesederhanaan adalah refleksi dari kecerdasan. Hanya orang cerdas seperti Steve Job yang mampu membuat hal rumit menjadi sederhana."
Sudirman Said
Washington DC, 27 oktober 2015
Washington DC, 27 oktober 2015