Murid-murid Pater Beek yang dulu mendorong kelahiran Golkar,
Kini banyak masuk ke PDIP perjuangan.
Apa sasaran mereka? Kristenisasi?
Kecemasan akan terjadinya marjinalisasi umat kristen/katolik pernah di tulis dengan baik oleh mantan anggota dewan direktur CSIS J Soedjati Jiwandono. Ia menangkap, sejak sebelum pemilu 1992, ada kecemasan diantara kalangan katolik, tentang prospek peranannya di masa depan. ;
Gejala marginalisasi itu katanya, dilihat umat katolik dari berubahnya Golkar dan suasana anggota DPR/MPR setelah Pemilu 1992. ”Disitulah [Golkar dan DPR?MPR-Red] banyak orang Katolik sejak awal orde baru berpartisipasi dalam kehidupan politik,” tulis Soedjati dalam bukunya ‘Gereja dan Politik’.
Tokoh katolik lainnya Romo Dick Hartoko, pernah menuturkan tentang keterlibatan seorang pastur dari ordo Jesuit Pater Beek, dalam pembentukan Golkar. ”Awal mula dari Golkar adalah ide seorang romo Jesuit Beek,” ujar Dick seperti ditulis tempo. Menurutnya, Beek punya kedekatan dengan salah seorang pendiri CSIS Ali Moertopo, yang ketika itu aktif di Opsus dan BAKIN.
Sumber tekad yang dekat dengan kalangan militer menuturkan, di seputar 1950-an, Pater Beek telah banyak mendidik Sarjana Katolik yang militan. Pendidkan dilakukan di asrama mahasiswa Realino, yang terletak di Yogyakarta. Pusat pendidikan kemudian dipindah ke Klender Jakarta Timur, melalui wadah Yayasn Samadi.
Dalam buku ‘Soemitro dan Peristiwa Malari’, mantan Pangkopkamtib ini pun menyebut-nyebut nama Pater Beek. Soemitro mengungkapkan, ia menerima banyak laporan tentang siapa di belakang studi bentukan Ali Moertopo. Laporan yang di terimanya menyebut, lembaga itu dibentuk Ali bersama Soedjono Humardani, sebagian golongan katolik, dan sekelompok orang Tionghoa yang umumnya berafiliasi ke Pater Beek.Tak bisa di pungkiri, lembaga yang di maksud Soemitro adalah CSIS.
Masih menurut Soemitro, hubungan Pater Beek dengan orang Katolik lainnya tak selamanya serasi. Bahkan, mantan pejabat beragam Katolik juga tak menyukai kelompok Beek ini. Dick Hartoko pun mengakuinya. Dick sendiri cuma mau mengamati gerakan Beek ini tanpa terlibat.
“Jendral Sutopo Yuwono menurut pengakuannya pernah meminta Vatikan supaya Pater Beek dipindah dari Indonesia”. tutur Soemitro. Beek pun sempat ditarik, tapi tak lama kemudian balik lagi pada 1974, tahun ketika peristiwa Malari meletus.
Sumber tekad mengungkapkan, menjelang peristiwa Malari, BAKIN menemukan suatu dokumen yang terkenal dengan nama dokumen Pater Beek, yang berkaitan dengan tragedi itu. Dokumen ini menyebutkan beberapa nama yang terlibat dalam organisasi itu. Nama–nama itu antara lain Liem Bian Kun, Cosmas Batubara, Thomas Suyatno, Leo Tomasoa, Batubara, Fredi Latumahina, Harry Tjan Silalahi dan Jacob Tobing.
Beberapa nama tersebut, kini masih banyak yang aktif di Golkar.Tapi ada juga yang di PDI Perjuangan, seperti Jacob Tobing.Tapi ketua PPI ini menolak bila dikatakan punya kaitan dengan Beek. ”Itulah yang membedakan saya dengan kader lainnya” tuturnya.
Sumber tekad di tubuh PDI Perjangan, Jacob memang tak begitu menonjolkan gerakan katoliknya. ”Ia lebih mirip sebagai seorang Kapitalis Demokrat, yang mirip kebanyakan orang PSI,”tuturnya.
Maka itu, kata sumber ini, Jacob pun mudah membangun jaringan dengan sosialis lainnya. ia menyebut di tubuh PAN ia banyak berhubungan dengan Christianto Wibisono dan Goenawan Mohammad di Golkar dengan Fredi Latumahina dan Marzuki Darusman. Di lingkaran Habibie dengan Adnan Buyung Nasution, serta pengusaha James Riadi dan Glenn Yusuf. Hubungan sejenis juga terjalin dengan pengusaha Jacob Oetomo.
Sementara di PDI Perjuangan, Kelompok Jacob ini berkolaborasi dengan sayap Protestan dan Purnawirawan militer seperti Sabam Sirait dan Theo Syafei. ”Mereka bekerjasama pula dengan orang sosialis seperti Arifin Panigoro, tuturnya sementara Meilono, ia diidentifikasi sebagai orang-orang bergaris PNI yang khas gaya Moh Hatta yang juga cenderung sosialis.
Kelompok–kelompok inilah, kata sumber yang pengurus DPP PDI-P ini, mampu menyudutkan kader-kader. Mereka, katanya, berhasil memberi masukan langsung ke Mega, ataupun lewat Taufik Kiemas. “Adanya kelompok-kelompok semacam inilah yang melahirkan banyaknya caleg non-muslim. Meski sebenarnya itu hanya akses,” tutur sumber ini.
Sumber ini telah mengingatkan Mega bahayanya bagi PDI bila memakai orang-orang ini. “tapi Mega tak berdaya,” ujarnya. Menurutnya, gerakan kelompok kapitalis demokrat dan sosialis ini, memang tak beda jauh dengan kelompok Beek di masa Orde Baru. Hanya saja, tujuannya bukanlah Kristenisasi, melainkan eksistensi kelompok dan kepentingan ekonomi. Perbedaan lainnya, yang kini lebih dominan pun bukan lagi katolik, tapi protestan.
Selain itu, kata dia, pengaruh purnawiran milliter ditubuh partai ini tak bisa dianggap enteng. Ia mensinyalir, mereka masih menjalin hubungan dengan KBA (keluarga besar ABRI), yang kini berada di hampir seluruh partai peserta pemilu. ”Belum lama ini purnawirawan militer di berbagai partai itu kumpul,” ujarnya.
Terhadap berbagai sinyalemen ini Jacob tegas menolak. “Tidak bisa kita menganalisa separti itu. Itu keliru. Saya tidak mempunyai basis PSI sama sekali,” paparnya kepada tekad.
Pengamat politik dari UGM Affan Gaffar pun melihat kemiripan antara PDI Pejuangan sekarang, dengan Golkar diawal Orde Baru. Parameter yang dipakainya, kesamaan dominasi Kristen/Katolik, yang tercemin dalam susunan DCT.
Pengamat politik dari LIPI Indira Samego, menilai dominasi tersebut punya tujuan laverage politic, untuk mempengaruhi kebijakan negri ini dimasa mendatang. “Jangka pendeknya ya mengurus Habibie,” ujarnya.
Apakah dominasi itu ingin memainkan Islam politik gaya ICMI? Meliono Suwondo berani menjamin hal itu tak akan terjadi. “Saya tak bisa jamin mereka akan mengembangkan agama mereka. Tapi saya berani jamin mereka tak akan melakukan Kristen politik lewat PDI Perjuangan,” ujarnya. Bahkan, janjinya, sebagai seorang muslim ia akan berusaha keras membentengi Mega bila hal itu terjadi.
Tentang banyaknya caleg-non muslim itu sendiri Meliono punya alasan lain. Ia melihat, dalam kenyataannya banyak kader Muslim yang bagus tak masuk PDI. Hal itu, menurutnya, karena berkembangnya pandangan PDI itu tidak Islami. Sehingga kader Muslim yang baik lebih suka lari ke partai lainnya. “kalau ada kader Muslim yang bagus disini ya pasti dijadikan caleg,” tuturnya. Anehnya adik Gus Dur yang ketua PDI Perjuangan justru tak masuk caleg.
No comments:
Post a Comment