Wednesday, January 05, 2011

Cukupi Biaya Kuliah dengan Memulung Botol

http://ciputraentrepreneurship.com/entrepreneur/nasional/130-akademik/5800-cukupi-biayai-kuliah-dengan-memulung-botol.html


Rabu, 05 Januari 2011 08:43
Demi menyelesaikan studi jenjang doktoral di Brandenburgische
Technische Universität Cottbus, Jerman, dalam dua tahun terakhir
Suhendra berusaha mencukupi kekurangan uangnya dengan memulung
botol di Berlin. Kemandiriannya berbuah pada penguasaan kemampuan
 spesifik hingga menjadikan dia satu-satunya doktor dari negara lain
yang dibutuhkan sebuah institusi Pemerintah Jerman.
suhendra-nawa-kompas












”Saya memulung pada waktu senggang, biasanya sehabis subuh agar
tak ketahuan orang (Indonesia),” kata Suhendra, salah seorang peserta
International Summit 2010 Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4),
16-18 Desember 2010, di Jakarta.
Ia memulung botol bekas wadah minuman di stasiun pemberhentian
kereta api, terminal bus, dan bandara. Satu botol bekas minuman air
mineral dihargai 25 sen euro. Sementara botol bekas minuman
berkarbonasi dihargai 15 sen euro.
Untuk menguangkan botol-botol itu, ia membawanya ke mesin otomatis
yang ada di stasiun kereta api. Sabtu dan Minggu merupakan hari penuh
berkah karena botol bekas relatif berlimpah. Dalam sehari dia bisa
mendapatkan 40-50 botol.
”Mesin-mesin otomatis itu seperti ATM. Botol yang saya masukkan diganti
voucher yang bisa ditukar dengan uang,” kata Suhendra yang memulung
tahun 2004-2006, saat mengambil doktor bidang environmental safety for
petroleum project (sistem keamanan lingkungan untuk industri tambang
minyak).
Hasil memulung memang tak cukup untuk membayar sewa apartemen,
biaya makan, dan asuransi. Suhendra pun bekerja paruh waktu di pabrik
cokelat. ”Pekerjaan saya di bidang perawatan. Tetapi, itu sesungguhnya
pekerjaan bersih-bersih lantai dan mesin pabrik.”
Suhendra menikahi Dewi Yuniasih tahun 1999, dan mulai 2002 istrinya
juga menetap di Jerman. Kini Dewi masih menuntaskan program studi
kedokteran di Humboldt University of Berlin.
Suhendra menempuh studi S-1 di Universitas Diponegoro, dan lulus di bidang
teknik kimia. Ia melanjutkan S-2 di Institut Teknologi Bandung dan mendapat
beasiswa program master double degree di Brandenburgische Technische
Universität (BTU) untuk periode 2000-2002. Jenjang studi S-2 dia selesaikan
setahun di ITB dan setahun di BTU. ”Program master saya di Jerman dengan
riset industri bidang teknik kimia di Max Planck Institute (MPI),” katanya.
Di MPI, dia meneliti penentuan kinetik pada reaksi kimia. Ini lalu jadi keahlian
spesifik Suhendra. Aplikasinya pada reaksi eksplosif pada metal. Ia melanjutkan
studi S-3 di tempat sama tahun 2002-2006. Selama 2002-2004 ia memperoleh
beasiswa, tetapi dua tahun berikutnya harus biaya sendiri.
Tahun 2006, ia menuntaskan studi dengan hasil penelitian kerangka kerja untuk
penilaian kondisi minyak yang aman serta ramah lingkungan. ”Berupa parameter
untuk kerangka kerja dan indikator operasi kilang minyak yang aman dan ramah
lingkungan,” kata Suhendra yang mendapatkan ijazahnya pada Februari 2007.
Dia lalu melamar kerja di Badan Penelitian Jerman, Federal Institute for Materials
Research and Testing (Bundesanstalt für Materialforschung und-prüfung/BAM) di
Berlin. Ini seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), tetapi di bawah
Kementerian Ekonomi dan Teknologi Jerman.
”Ada slogan menarik di lembaga ini,” katanya. Kira-kira demikian, ”Alokasikan uang
yang banyak untuk riset, maka riset akan memberikan uang yang lebih banyak.”
Pada April 2007, setelah melalui verifikasi dinas ketenagakerjaan setempat, dia
diterima di BAM. ”Kemungkinan saya diterima di BAM karena keahlian spesifik
untuk bidang material eksplosif. Latar belakang keilmuan saya sesuai dengan
yang dicari,” katanya.
Di lingkup kerja BAM, Suhendra mengerjakan model simulasi matematik untuk
kebakaran tambang batu bara bawah tanah. Ia mengembangkan pula model
simulasi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan tambang batu
bara bawah tanah.
”Saya mengembangkan simulasi kecepatan perambatan api pada tambang batu
bara bawah tanah,” ujarnya. Keberhasilan itu mengantar Suhendra memimpin
kerja sama Jerman-China pada 2008 di bidang penanganan kebakaran tambang
batu bara bawah tanah di China.
”Korban sekitar 6.000 jiwa per tahun terjadi di China akibat kebakaran tambang
batu bara. Saya diserahi proyek untuk kerja sama penanganan masalah ini,”
katanya.
Dia pun banyak hadir dalam forum ilmiah China untuk menyebarkan ilmu
penanganan dan pencegahan kebakaran tambang batu bara bawah tanah.
Belakangan, Suhendra beranjak pada kegiatan urban minning yang secara
harfiah bisa diartikan menambang di kawasan urban atau kota.
Menambang di kota tak ubahnya dengan kegiatan memulung, yaitu menghasilkan
uang dari limbah yang terbuang. Menurut Suhendra, konsep urban minning tak
sesederhana proses daur ulang. Urban minning mempersyaratkan teknologi lebih
rumit dibandingkan dengan sekadar proses daur ulang.
Ia mencontohkan bagaimana memulihkan komponen vital dan paling berbahaya
kadmium bagi lingkungan dari proses industri sel surya. ”Di Uni Eropa, urban
minning memanfaatkan pula limbah logam seperti aluminium dan besi, juga
kegiatan produksi fosfor dari limbah kotoran manusia.”
Pada 2008 Uni Eropa sempat kekurangan fosfor untuk bahan utama pupuk. Suhendra
 lalu mengembangkan rekayasa pengolahan limbah kotoran manusia secara lebih
optimal untuk meningkatkan produksi fosfor.
Seperti di Jerman, limbah kotoran manusia disalurkan ke sebuah penampungan.
Ini memudahkan pengolahannya. Limbah juga dijadikan biogas.
Tahun 2009, BAM menugasinya memimpin proyek Sustainable and Safe Re-use
of Municipal Sewage Sludge for Nutrient Recovery (Susan). Ini proyek penanganan
berbagai limbah industri di kota, yang juga bisa diimplementasikan di Indonesia
yang sumbernya berlimpah. (*/Kompas Cetak)

No comments: