Tuesday, December 08, 2015

Catur Empat Langkah Jokowi Matikan Kawan Dan Lawan

http://www.fiskal.co.id/berita/fiskal-4/6611/catur-empat-langkah-jokowi-matikan-kawan-dan-lawan#.VmeJErh97IX

Catur Empat Langkah Jokowi Matikan Kawan Dan Lawan | Fiskal.co.id
Sumber Foto: Fiskal.co.id


Presiden Jokowi mengerti, walau dirinya barangkali belum pernah membaca senarai ungkapan dari Albert Camus yang menyatakan, "Saya selalu loyal, terutama pada orang yang saya sukai, tapi saya tidak percaya bahwa saya tidak akan pernah mengkhianatinya."  Yang berarti pengkhianatan di dunia politik adalah permanen rutin. Baik kawan, dan lawan semua calon pengkhianat. Penulis pun tidak yakin darimana Jokowi mampu menyerap rasa percaya dan tidak percaya dalam dunia politik, yang selalu berakhir dalam tragedi Shakespeareian, "Et tu Brute?" Kau juga Brutus? Saat Julius Caesar tidak percaya dirinya digulingkan oleh anak angkatnya sendiri yang terkenal loyal, Brutus. 

Politik selalu demi rakyat, bukan politisi, namun politik juga selalu melewati perut politisi terlebih dahulu baru rakyat sisanya. Lalu, di tengah orang orang seperti demikian apa yang kau lakukan? Apa yang seorang pemimpin besar lakukan? Apa yang presiden Indonesia lakukan?

Menari sendiri dengan genderang yang ditabuh sendiri, walau musik tidak dimengerti kawan dan lawannya, seperti Soekarno? Atau mengajak kawan lawan menari, dengan genderang yang ditabuh orang lain seperti Soeharto? Mengajak menari dengan genderang yang ditabuh sendiri, tapi tidak dimengerti kawan lawan seperti Gusdur? Tidak menari, tidak menabuh lalu lawan dan kawan yang menari sendiri bagai Susilo Bambang Yudhoyono?

Atau seperti Joko "Jokowi" Widodo, tidak ikut menari, hanya menabuh musiknya, lalu kawan dan lawannya menari. Memperlihatkan lekuk keseksian dan sekaligus aib aib mereka hingga ke titik aral.  Menjadikan mereka payah di mata semua orang, payah dan tidak bisa lagi dipercaya.

Sialnya, bagi Jokowi tidak ada waktu dikhianati, tidak ada ruang ditusuk dari belakang, dirinya selalu bersandar di sudut mati di mana langkah langkah lawan tengah di prediksi olehnya, sementara lawan tidak mengerti dirinya, tidak mampu menebak arti senyumnya, tidak bisa menakar apa yang dia pikirkan, karena satu hal yang dinamakan langkah falsafah.

Langkah Catur Pertama : Bonekakan Diri
Perbedaan langkah falsafah seseorang, bagai dirinya mengarungi papan catur, setiap langkah begitu berharga melahirkan pengorbanan dan keuntungan. Korbankan yang kecil, ambil untung yang besar. Korbankan yang besar, dan menangkan pertarungan.. begitulah Jokowi mengerti langkah langkah berfalsafah tersebut. Dia mengerti lawannya termasuk yang menyaru sebagai kawan, menunggu lengah, menunggu waktu mencekik dari belakang, bahkan Jokowi membonekakan dirinya, agar lawan lawannya merasa sedang mengendalikan dirinya..

Membonekakan diri, adalah satu langkah klasik dalam catur. Membuat lawan Anda berpikir dirinya mengendalikan permainan pada dua langkah ke depan, lalu dengan rakus menyerobot keuntungan di papan. Faktanya, justru sang lawan bermain dalam kendali tali tali tidak terlihat. Boneka jejadian itu akhirnya bergerak pada langkah aneh yang absurd.. siapa sangka jika pikiran sang pengendali boneka berharap Budi Gunawan menjadi Kapolri, tapi justru sosok tak dikenal bernama Badrodin Haiti yang memenangkannya. Ini bahkan di luar impian liar Badrodin sendiri..

Siapa yang menyangka di luar arena, dalam bilik tertutup nyaman di rumah pensiunan ada yang merasa memegang kartu KPK, tapi mendadak satu sapuan bersih pimpinan KPK berganti wajah, dan dirinya kehilangan kartu kartu penting untuk bermain.

Siapa yang menyangka ada yang merasa mengendalikan melalui bantuan uang dan dana kampanye, dan dalam satu sapuan berakhir sumber dana "bocor" di wilayah energi dengan pembubaran Petral.

Inilah pelajaran politik penting kepada para pengendali, jangan Bonekakan orang yang rela jadi boneka karena dibaliknya orang yang rela itu punya rencana.

Langkah Catur Kedua : Hinakan Diri
Seorang pemain catur handal selalu membuat langkah dewa mabuk, yang cendrung pada penghinaan lawan.. misalkan lawan "dipersilahkan" masuk ke ruang kerajaannya, mengobrak abrik dan menyudutkan bidak Raja, bidak Raja terpaksa minggir langkah demi langkah menjauh dari intimidasi lawan, bahkan terpaksa merelakan beberapa pion penting, namun itu hanya perangkap momentum.

Bahan bahan agar diri terlihat hina untuk sosok dengan perawakan Jokowi yang kurus, kurang highlite, tidak ada kesan modern dan wibawa perwira, sudah tampak natural. Jokowi makanan empuk untuk para perajin meme internet, bahkan lawan politik dari "partai dakwah" yang berisikan anak muda pencemooh sanggup membuat ratusan gambar gambar meme yang menghinakan Jokowi dan kebijakannya. Dalam pikiran mereka sosok yang hilang wibawa tidak akan terpilih kembali menjadi presiden. Dan citra citra positif Jokowi, bagaimanapun harus terpangkas habis.

Dalam realm high politic langkah menghina Jokowi ikut dipraktikkan. Para lawan politik menyebut Jokowi kelas kampung, ndeso, minim wawasan, bahkan Wakil Ketua DPR dari PKS, Fahri Hamzah pernah secara gamblang menyebut Jokowi tidak punya tampang presiden (baca Ngga Ada Tampang)

Apakah semua penghinaan fisik dan mental itu dijawab oleh Jokowi? Tidak satupun. Bahkan dalam pernyataan terakhirnya Jokowi mempersilahkan para lawan menyebutnya dengan name calling atau julukan yang buruk, asalkan..

"Saya enggak apa-apa dikatain presiden gila, presiden sarap, presiden koppig. Enggak apa-apa. Tapi, tapi tidak boleh yang namanya lembaga negara itu dipermainkan"

Ungkapan, "Tapi, tapi tidak boleh yang namanya lembaga negara itu dipermainkan" itulah pesan langkah counter dari Jokowi. Pesan itulah virtuoso permainan politiknya.  Sehingga secara politik moral Jokowi berada di kondisi puncak lebih dari lawan lawannya. Karena baik lawan dan kawan akan mengakui jika Jokowi berada dalam posisi yang benar.

Ini seolah seorang pahlawan bicara di podium.. "Sampeyan boleh hina saya, tapi jangan hina Negara saya... sampeyan boleh rendahkan fisik dan jiwa saya, tapi jagan rendahkan bangsa saya!!"

Alih alih citra Jokowi surut oleh serangan hinaan itu, citranya malah terlihat gagah absolut.

Langkah Catur Ketiga : Bukan Siapa Yang Kamu Punya, Tapi Apa Tujuanmu

Pemain catur handal tidak akan mempertaruhkan permainannya pada bidak bidak tertentu, baik dengan alasan taktik atau style. Dia tidak merasa kehilangan patih, benteng, atau sang kuncung, apabila itu hal pantas diserahkan. Fokusnya satu, adalah tujuan permainan itu sendiri, bersenang senang dari kesulitan lawan menebak langkah, sehingga dalam kondisi psikologis lawan yang lengah, dirinya bisa memenangkan segalanya.

Orang orang di sekeliling Jokowi bisa kita sebut sebagai para kontraktor. Bagi Jokowi mereka dikontrak untuk suatu tujuan tim dan kebersamaan dalam membangun Indonesia sesuai dengan idealitas kampanye dirinya sebagai politisi. Sebegitu mudah Jokowi meninggalkan sahabat dekatnya Marurarar Sirait dalam pesat pembagian kursi kabinet, menegaskan posisi Jokowi memandang bidak bidak catur di sekelilingnya.

Bagaimana Luhut, Trimedya masuk ke lingkaran dalam dan menyingkirkan Andi Widjajanto, Tedjo Eddhy memperlihatkan hubungan kontrak semata. Ada pelanggaran kontrak, cabut. Namun lawan politik tetap mengira Jokowi lengket dengan bidak-bidaknya bagai hubungan mafioso Sisilia. Jokowi bagaimana Luhut, Jokowi kompak dengan JK, dan seterusnya.

Kasus "Papa Minta Saham" semestinya menegaskan posisi permainan Jokowi yang tidak membentuk jaringan mafia baru di pemerintahan, tentang bagaimana Riza Chalid, dan Setya Novanto sebagaimana dalam rekaman pertemuan dengan bos Freeport Indonesia, bingung seribu neraka akan keras kepalanya Jokowi sehingga mereka berharap pada nama di sekeliling Jokowi.

Tapi Jokowi memiliki siapa? Kasus bocornya rekaman tersebut, malah bisa membuat Jokowi memiliki alasan kuat membuat barikade dari kawan kawan di sekelilingnya.  Rekaman tersebut memperlihatkan polah politisi yang rakus kepentingan, termasuk yang di lingkaran istana. Dan Jokowi membiarkannya dilahap publik untuk menelanjangi bahwa dirinya berdiri independen, tidak membentuk klik politik dengan orang orang dekatnya. Sehingga dirinya bisa dengan mudah mengganti mereka yang merasa SKSD, sok kenal dan sok dekat.

Langkah Catur Keempat : Lawan Kalap
Modal pecatur hebat lainnya adalah permainannya yang juga mengandalkan efek tidak terukur. Vladimir Kramnik seorang pecatur Russia menyebut momentum "no man's land"atau kedua pemain sama sama melangkah kosong adalah keindahan catur. Dalam kondisi tidak terduga maka pecatur hebat bisa memainkan apa yang tersisa di meja sementara lawan tengah kalap dan kebingungan kehabisan teori.

Di pemerintahan, teori teori politisi brengsek selalu sama, dekati pengusaha mainkan kekuasaan, dan pundi pundi kekayaan mengalir. Kerjasama penguasa dan kekuasaan itu menghasilkan habitus terprediksi. Polanya selalu sama, perhitungannya selalu itu itu saja. Seorang presiden memiliki jurus menghadapi tipikal politisi makelar tersebut di sekelilingnya, yakni dengan langkah transparansi. Politik dijadikan terbuka, lobby lobby dipaksakan bisa diakses masyarakat banyak.

Menelanjangi praktik hubungan politisi dan pengusaha sejatinya berbahaya, namun terkadang nafsu akan kekayaan, akan membuat para politisi dan pengusaha kotor panik, bermain asal asalan, karena mereka merasa waktu mereka menipis, mereka harus menyiapkan energi keuangan agar terpilih kembali dalam kontestansi politik pemilu selanjutnya. Pengusaha pun di kejar setoran untuk memantapkan posisi lobby kekuasaan.

Jokowi sayangnya tidak memberikan mereka waktu. Pengusaha dimanjakan dengan paket paket ekonomi bebas fiskal, izin izin dipermudah, persaingan usaha di buka luas, sehingga tidak ada artinya pengusaha menyuap politisi demi high bidding dan kursi paling depan. Pada akhirnya mereka tersudut oleh kenyataan pemerintahan mulai di tata rapih, klik klik politik dalam konsensi SDA dihabisi pelan pelan, impor sapi, penangkapan ikan, penerbangan, perhubungan, didekati dengan cara lebih bersih, bahkan dunia pajak melahirkan sosok pahlawan pertama, yang berani mundur saat target tidak tercapai.

Saat politisi kantungnya mulai mengering, hal yang terlihat adalah langkah kalap, para politisi habis-habisan merapat, yang malah memperlihatkan pada publik posisi mereka yang tidak tulus memperjuangkan konstituennya, melainkan hanya cari selamat sendiri. Ungkapan galak Ruhut Sitompul kepada Fadly Zon di Televisi bahwa dirinya sebagai wakil rakyat tidak sudi bertemu pengusaha memperlihatkan dengan banal, bahwa ada politisi pengejar rente dan ada politisi penolaknya.

Segala keterbukaan sebagai buah konsistensi pemerintahan, walau memperlihatkan politisi rente di sekeliling istana, juga memperlihatkan politisi rente di kalangan lawan politik yang lebih banyak lagi. Langkah keterbukaan ini penulis yakini bisa membawa Jokowi kembali sebagai presiden Indonesia pada pemilu presiden 2019 mendatang.

Lalu, dengan cara apa lawan politiknya menyerang Jokowi, dalam kondisi skakmat untuk mereka di segala penjuru?***Red

No comments: