Saturday, January 30, 2016

Wawancara Jalaluddin R.: Ideologi Wahabi sama dengan ISIS

http://www.merdeka.com/khas/ideologi-wahabi-sama-dengan-isis-wawancara-jalaluddin-r-1.html
Mohammad Yudha Prasetya 

Ideologi Wahabi sama dengan ISIS
Jalaluddin Rakhmat. ©2016 Merdeka.com

Merdeka.com - Konflik antara Sunni dan Syiah sepertinya memang sudah mengakar sampai ke Indonesia. Sejak perang antara Sunni melawan rezim Basyar al-Assad yang dituding beraliran Syiah, aksi-aksi pendukungnya juga sampai ke Indonesia. Apalagi, kasus-kasus intoleran pada tahun lalu banyak terjadi.

Pada Oktober lalu contohnya. Terjadi pelarangan umat Islam Syiah saat akan melakukan peringatan Asyura di daerah Bogor, Jawa Barat. Begitu juga pesan anti Syiah ini memang begitu masif dikampanyekan di media sosial. Ini tentunya berbahaya, mengingat hasil konferensi ulama sedunia pada 2005 lalu menyatakan Syiah bagian dari Islam. Tidak sesat. 

Tokoh Syiah juga anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Jalaluddin Rakhmat menjelaskan jika konflik intoleran ini memang bermuara dari perseteruan Arab Saudi dan Iran. Dia pun mengatakan jika konflik antara Sunni berwujud Al Qaidah sampai ISIS diyakini seideologi dengan Wahabi. 

"Karen Armstrong, menyebut bahwa ISIS itu merupakan produk ideologi di dunia Islam, yang dikembangkan mulai abad ke-18, yaitu Wahabisme," ujar Jalaluddin saat berbincang denganmerdeka.com, Kamis kemarin.

Berikut penuturan Jalaluddin Rakhmat kepada Mohammad Yudha Prasetya dari merdeka.com:


Sebagai anggota DPR apa upaya-upaya yang sudah Anda lakukan untuk menangani masalah diskriminasi kelompok Syiah?

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, pernah bermaksud untuk membuat undang-undang mengenai kerukunan beragama. Kita di DPR juga sudah berusaha untuk menggantinya dengan nomenklatur baru, yaitu Rancangan Undang-Undang Perlindungan Kebebasan Beragama. Sampai saat ini hal tersebut pun sudah berhasil kita masukkan di Prolegnas DPR periode sekarang ini.

Jadi kita ingin melindungi orang untuk menjalankan agamanya, dan bukan semata-mata soal kerukunan saja. Karena kalau soal kerukunan saja, kita lagi tenang-tenang tiba-tiba muncullah Gafatar, kemudian jadi enggak rukun lagi hidupnya. Makanya kali ini yang kita garap bukan hanya soal kerukunan saja, tetapi kita harap nantinya pemerintah juga menjaga kebebasan beragama. Sebenarnya Kementerian Agama juga sudah mencanangkan hal ini, tapi memang sampai sekarang belum dimasukkan dalam daftar prioritas dan terealisasi.

Apa poin-poin yang ditegaskan dalam nomenklatur pembaharuan pada RUU Perlindungan Kebebasan Beragama ini?

Poin-poinnya adalah Negara harus memberikan jaminan kepada setiap pemeluk agama dan keyakinan untuk menjalankan ibadahnya. Dalam hal ini, mencakup seluruh orang yang memiliki keyakinan beragama, atau bahkan kepercayaan seperti misalnya Sunda Wiwitan, dan lain sebagainya. Karena sebetulnya, sudah banyak juga Undang-Undang yang menjamin mengenai kebebasan memeluk agama dan kepercayaan ini, bahkan termasuk di UUD 1945 pasal 28 mengenai jaminan kebebasan beragama. Tetapi dalam implementasinya, ternyata tidak seperti yang dijaminkan dalam Undang-Undang. Sebabnya adalah, karena para takfiri dan pengujar kebencian ini biasanya berlindung di balik UU No. 1/PNPS Tahun 1965, mengenai penistaan agama.

Lucunya, kebenaran hakiki tentang agama itu ditentukan sendiri oleh mereka secara sepihak, sehingga mereka merasa berhak menentukan siapa-siapa yang tidak sepaham atau berbeda dengan mereka, dengan tuduhan menistakan agama. Jadi menurut mereka, berbeda paham itu sama saja menistakan agama.

Ahmadiyah menganggap ada Nabi setelah Nabi Muhammad, apakah bisa disebut penistaan agama?

Di Indonesia, Ahmadiyah itu kan terbagi dua, yakni Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore. Ahmadiyah yang percaya bahwa ada Nabi setelah Nabi Muhammad ini adalah Ahmadiyah Qadiyan, yakni pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Kalaupun ada pihak berwenang yang berhak menganggap mereka itu menyimpang, tetapi kan cara-cara persekusi dan kekerasan seperti yang terjadi di Cikeusik bukan solusinya. Maka menurut saya, prinsipnya tetap bahwa Ahmadiyah itu adalah warga negara Indonesia, yang juga mempunyai hak untuk dilindungi dalam berkeyakinan. Kita boleh tidak setuju dengan Ahmadiyah, tetapi hak-hak kewarganegaraannya itu yang tidak boleh disangkal, bahwa mereka juga merupakan warga negara Indonesia.

Saya juga sebenarnya tidak setuju dengan persekusi yang diterima kelompok Gafatar. Karena sebenarnya, mereka hanya punya pendapat yang berbeda dengan mainstream. Dan transmigrasi mereka ke Kalimantan itu adalah upaya mereka untuk menghindarkan pertikaian akibat perbedaan pendapat tersebut. Maksudnya adalah agar mereka juga bisa hidup tenang di sana dan tidak diganggu. Poinnya adalah, tidak ada pihak yang berhak menyalahkan atau menuduh sebuah kelompok menistakan agama, untuk kemudian meng-kafirkannya. Jangan hanya karena salatnya berbeda, misal yang satu tangannya lurus sementara yang lainnya bersedekap, kemudian dikatakan sebagai penistaan. Di Masyarakat Sunni saja ada empat pandangan yang berbeda, Hambali, Hanafi, Syafii dan Maliki. Apakah semua perbedaan di antara keempatnya adalah sebuah penistaan?, Kan tidak.

Bukankah perbedaan itu juga terjadi di kalangan NU dan Muhammadiyah, di mana NU memperbolehkan tradisi ziarah kubur sementara Muhammadiyah melarangnya? Tetapi apakah di antara mereka saling tuduh menistakan agama? Kan tidak juga. Maka, ketika perbedaan itu tidak dapat dihakimi secara sepihak oleh siapa pun, hal utama yang harus dijunjung tinggi adalah hak kewarganegaraan dari tiap-tiap pemeluk agama atau kepercayaan itu, untuk menjalani ibadahnya masing-masing. Karena kekerasan dalam memperlakukan kelompok-kelompok itu sama sekali bukanlah sebuah solusi.

Menurut Anda, apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk mencegah diskriminasi terhadap kelompok Syiah?

Kalau dari pemerintah, melalui Polri itu mereka sudah mengeluarkan surat edaran mengenai ujaran kebencian (hate speech). Tetapi sayangnya aturan ini tidak terlalu ditegakkan, karena sebenarnya para takfiri (pihak yang suka mengkafirkan) ini nyatanya masih bebas menjadi pengujar kebencian di media-media sosial. Pemerintah juga saat ini sedang mengevaluasi KUHP dan berupaya memberikan penjelasan tambahan, yang akan makin melengkapi definisi dan penegakan hukum mengenai tindakan hate speech tersebut.

Apakah diskriminasi terhadap kelompok Syiah di Indonesia ini merupakan dampak dari konflik internasional antara Arab Saudi dan Iran?

Pastinya ada. Saat ini, ada sebagian kelompok dari kalangan Sunni yang militan, dimulai dari Al Qaidah, dilanjutkan oleh Jabhat Al Nusra, Free Syrian Army (FSA), yang bermetamorfosis menjadi Islamic State of Iraq and Levant (ISIL), kemudian menjadi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), hingga kemudian hari ini kita kenal dengan nama Islamic State (IS). Mereka itulah yang mempunyai garis ideologi yang sama, yakni Wahabisme.

Seorang penulis buku-buku bertema agama yang ternama, Karen Armstrong, menyebut bahwa ISIS itu merupakan produk ideologi di dunia Islam, yang dikembangkan mulai abad ke-18, yaitu Wahabisme. Ciri Wahabisme itu hanya satu, yakni Takfiri. Jadi mereka akan mengkafirkan semua orang yang pahamnya berbeda dengan mereka, bahkan pengkafiran itu dilakukan di antara kalangan mereka sendiri. Itulah ideologi yang sama yang saat ini bisa kita lihat melalui Al Qaidah, Jabhat Al Nusra, dan ISIS.

Dalam kajian-kajian internasional pun, sudah banyak pemerhati politik dan para akademisi yang mengetahui bagaimana Kerajaan Arab Saudi ini mengekspor ideologi Wahabinya ke seluruh dunia. Bahkan, banyak di antara mereka yang menjuluki kerajaan Saudi itu sebagai 'Kerajaan Kebencian' atau Hatred Kingdom. Paham Wahabi itu tadinya tidak terkenal di dunia Islam, sampai akhirnya mereka membentuk kerajaan, dan ditemukanlah minyak di tanah mereka sehingga membuat mereka kaya raya. Kekayaan itulah yang kemudian menjadi alat mereka menyebarkan paham Wahabinya.

Bahkan yang makin marak saat ini adalah penggelontoran dana dari Kerajaan Arab Saudi untuk membangun masjid di manapun, termasuk di Indonesia, untuk menyebarkan ajarannya tersebut. Bahkan di Malaysia, kemarin tersebar berita bahwa PM Najib Razak terbukti menerima 681 juta Dollar dana dari kerajaan Saudi, hingga akhirnya mereka berhasil membuat ajaran Syiah dinyatakan sebagai aliran sesat dan terlarang di Malaysia.

Jadi di sini bisa kita lihat bahwa Iran dan citra Islam Syiah-nya, selalu menjadi target bagi Kerajaan Arab Saudi untuk disingkirkan di manapun, baik di Malaysia, Indonesia, maupun di negara muslim lainnya. Bahkan hal itu juga ditegaskan dengan dieksekusinya ulama Syiah asal Arab Saudi, yakni Syeikh Nimr al-Nimr. Dan Arab Saudi dalam hal ini selalu memakai kedok Sunni, padahal mereka itu Wahabi, yang benci terhadap Iran dan aliran Syiahnya.

Di Indonesia, apakah invasi ideologi Wahabi itu memakai pola yang sama?

Iya, betul. Sekarang saja banyaklah contohnya di mana ada gelontoran dana dari Kerajaan Arab Saudi untuk membangun mesjid, tetapi di masjid itu tidak diperbolehkan mengadakan tahlilan, shalawatan, dan lain sebagainya yang merupakan ciri-ciri Wahabi. Kalau mau ditelusuri, sudah banyak mesjid yang dibangun atas dana-dana aliran dari Arab Saudi tersebut.

Apakah ada kaitannya antara ideologi Wahabi radikal dan intoleran dengan gerakan teror yang marak di dunia Islam saat ini ?

Saya memperhatikan bahwa siapa pun orang yang membicarakan masalah terorisme di Indonesia ini, tidak pernah menyebut bahwa akar dari terorisme itu adalah ideologi Wahabi. Karena kalau menyebut paham Wahabi, itu sama saja langsung menuding Arab Saudi. Sebab agama resmi dan paham yang dibenarkan di Arab Saudi itu ya hanya Wahabisme. Kita bisa lihat contoh dari ideologi Wahabisme itu sendiri adalah larangan menziarahi kubur, dan perusakan-perusakan situs sejarah Islam dari zaman Rasulullah. Oleh Wahabi di Arab Saudi, bahkan situs bersejarah bekas rumah Nabi saja dijadikan toilet umum. Kuburan para sahabat Nabi di pemakaman Baqi, itu sama mereka di buldoser dan tidak dirawat, biar tidak ada yang berziarah karena hal itu bid'ah dan terlarang menurut mereka.

Menurut Anda, adakah gerakan lain yang coba menghalau ideologi Wahabi ini di Indonesia?

Jelas ada. Selain dari kelompok-kelompok Syiah yang memang menjadi target mereka, kalangan Nahdlatul Ulama juga gencar menangkal paham Wahabisme itu dengan konsep mereka yang disebut Islam Nusantara. Jadi mereka menggencarkan Islam yang nasionalis, yang tidak termakan tipu daya stigma bahwa apapun yang berasal dari Arab pasti islami. Ya contohnya Wahabisme ini, mereka kan mengaku Sunni, tetapi ideologinya radikal. Makanya, NU mengejawantahkan paham Islam Nusantara tersebut, sebagai penyadaran bahwa tidak semua tentang Arab itu Islam. Bahwa Islam itu bukan janggut tebal, celana cingkrang (mengatung), atau bahkan gamis panjang. Islam itu bukan Arab.

Apa saja pengaruh Wahabisme di Indonesia saat ini ?

Salah satu ciri Wahabisme itu adalah simplifikasi, yaitu menyimpulkan segala sesuatu itu secara sepihak dan subjektif. Jadi orang bodoh yang masuk Wahabi itu biasanya selalu merasa paling pintar sendiri, dan yang lain yang berbeda pendapat dengannya langsung di-cap kafir dan sesat. Padahal belajar agamanya juga baru kemarin sore istilahnya.

Kalau pernah dengar beberapa waktu yang lalu, ada sebagian takfiri yang menuding Prof. Quraish Shihab itu sesat dan kafir, tentunya itu sangat mengherankan buat saya. Selama ini kita tahu bahwa kitab tafsir karangan beliau yang terkenal yakni Tafsir Al Misbah, sudah banyak diakui di dunia internasional. Namun, dengan kebodohan sebagian orang yang berpaham Wahabi ini, maka dituduh lah Quraish Shihab ini sebagai Syiah, sesat dan kafir. Ini kan lucu, anak kemarin sore menuduh sesat ke seorang Profesor Al Quran, yang kredibilitasnya sudah diakui secara internasional.

Bahkan pernah ada buku yang berjudul "50 Orang Penyebar Kesesatan di Indonesia", yang diterbitkan oleh kelompok takfiri ini. Di tulis di buku tersebut, penyebar kesesatan nomor 1 itu Gus Dur, nomor 2 Ustadz Quraish Shihab, nomor 3 Nurcholis Majid (Cak Nur), dan nomor 4 saya, Jalaluddin Rakhmat.

Dikatakan demikian, wah, bangga dong saya. Disebut kafir tetapi saya disandingkan dengan Ustadz Quraish Shihab, Cak Nur, Gus Dur, ya enggak apa-apa deh. Daripada saya dianggap sebagai orang paling berpengaruh di dunia Islam, tetapi disandingkan dengan nomor 1 Abu Bakar Al Baghdadi, dan nomor 2 Jalaluddin Rakhmat, ih amit-amit saya mah.

No comments: