Julia Maria Van Tiel
Ada sebuah buku tua yang sangat menarik sekali isinya. Buku ini merupakan surat-surat dalam bentuk artikel yang ditulis oleh RMAA Purbo Hadiningrat. Surat-surat itu dibacakan dimuka berbagai sidang Freemason yang kemudian diterbitkan dalam Indisch Masonic Tijdschrift. RMAA Purbo Hadiningrat saat itu di tahun awal 1900-an bekerja sebagai Resident Semarang dan Salatiga. Ia adalah salah satu anggota Freemason Belanda di Nederland Indië. Saat ia meninggal dunia, surat-suratnya dikumpulan oleh Paku Alam dan dibukukan tahun 1928 dengan judul Wat Ik Als Javaan Voor Geest En Gemoed In De Vrijmetselarij Heb Gevonden(Sebagai orang Jawa, jiwa dan pikiran apa yang saya dapatkan dalam Freemasonry).
Buku yang sangat menyentuh baik nurani maupun pikiran kita itu, berisi pandangan yang sangat dalam dan tajam terhadap masyarakat Jawa. Sebagai pamong masyarakat, ia berpendapat bahwa masyarakat Jawa harus diubah dari dasar sekali, agar mempunyai psikologis yang mampu berdiri sejajar dengan para pendatang. Dengan begitu masyarakat Jawa dapat membangun dirinya sendiri menjadi bangsa yang sama tinggi dengan penduduk dunia lainnya.
Ia melihat bahwa masyarakat Jawa (pada waktu itu) adalah masyarakat yang sangat mengabdi pada tuannya. Sangat ramah dan sangat terbuka terhadap pendatang, namun menempatkan pendatang selalu di posisi yang lebih tinggi. Akibatnya dapat dirasakan bahwa masyarakat Jawa banyak yang bermental budak. Terjadilah perbudakan diantara masyarakat Jawa sendiri.
Menurut RMAA Purbo Hadiningrat ini, mental yang seperti ini sudah berjalan ratusan tahun. Sebagai akibat ajaran-ajaran yang terdahulu yang menempatkan manusia dalam kasta di jaman kejayaan kerajaan Hindu, dan kemudian diteruskan dalam kejayaan kerajaan-kerajaan Islam yang menempatkan masyarakat dalam strata majikan dan pekerjanya.
Masyarakat Jawa kelas bawah adalah masyarakat petani yang hidup sangat sederhana sudah berabad-abad, tidak menuntut apa-apa, yang pada akhirnya membawa mental yang mapan tidak termotivasi untuk melakukan perubahan. Mereka adalah masyarakat yang sangat nrimo dengan kehidupan. Dengan sikap hidup yang demikian RMAA Purbo Hadiningrat melihat bahwa jika mental ini tidak diubah secepatnya, maka bangsa Jawa akan hidup tetap dalam kegelapan, kemiskinan, dan ketidak tahuan. Apalagi umumnya kelas bawah dan jumlahnya sangat besar, adalah masyarakat yang tidak mempunyai pendidikan dan hidup dalam kemiskinan.
Utamakan pendidikan dan perlu dengan pendekatan budaya
Dalam tulisan - tulisannya itu, pertama - tama RMAA Purbo Hadiningrat mengajukan pemikirannya kepada Grand Lodge Der Nederlanden in Nederland Indië, yang pada dasarnya adalah meminta bantuan bagaimana merusmuskan cita-citanya itu. Ia mengusulkan agar pemikirannya bisa terwujud, diperlukan pembangunan sekolah-sekolah untuk masyarakat kelas bawah. Sekolah-sekolah yang menggunakan pendekatan budaya, yang menggunakan bahasa Jawa, namun berorientasi pada sekolah yang sekuler. Sekolah yang didasarkan pada ilmu pengetahuan rang rasional. Bukan sekolah-sekolah agama. Agama menjadi tanggung jawab keluarga.
Pendekatan budaya dimaksudkan agar pendidikan lebih mudah diterima oleh kalangan bawah ini yang memang tidak pernah bersinggungan dengan bahasa Belanda. Sekalipun demikian, RMAA Purbo Hadiningrat juga mengusulkan agar masyarakat kelas bawah juga diberi pendidikan bahasa Belanda, sekolah-sekolah diajarkan bahasa asing lainnya dengan maksud agar mampu membuka cakrawala lebih luas.
Untuk mewujudkan cita-citanya agar masyarakat kelas bawah ini mengenal makna kesetaraan dan humanisme, keluargapun terutama para ibu diperkenalkan pada prinsip kesetaraan dan humanisme. Kepada para ibu ini diharapkan dapat mengajarkan norma dan tata nilai baru pada anak-anaknya, sekaligus juga mengangkat para wanita di dalam rumah agar mempunyai kesetaraan dengan para lelaki. Selain para wanita mendapatkan pendidikan tentang kesetaraan dan humansime, yang penting juga adalah perlunya bentuk sekolah-sekolah yang mengajarkan suatu norma dan tata nilai yang berorientasi pada kesetaraan dan humanisme.
Guna membangun cita-citanya ini, dan dapat terwujud bagi seluruh masyarakat Jawa, bahkan masyarakat di Nusantara, RMAA Purbo Hadiningrat mengusulkan agar Grand Lodge Der Nederlanden in Nederland Indië, membuka Lodge Lodge baru yang beranggotakan orang-orang pribumi dengan menggunakan bahasa lokal. Hal ini dimaksudkan agar para pribumi dapat mempelajari pemikiran-pemikiran Freemason dalam bahasa Ibu, sehingga akan mudah dipahami. Para pribumi inilah yang kemudian melaksanakan pembangunan sekolah-sekolah tersebut.
Boedi Utomo dan Taman Siswa
Buku RMAA Purbo Hadiningrat itu kemudian diterjemahkan dalam bahasa lokal dan digunakan sebagai inspirasi kerja para Mason pribumi. Dari sini kemudian tumbuhlah semangat memperbaiki masyarakat dengan jalan memberikan pendidikan yang lebih baik melalui pendirian sekolah-sekolah sekuler, perpustakaan, dan bimbingan masyarakat. Tugas ini dikerjakan oleh para Mason dan tergabung dalam yayasan-yayasan pendidikan di bawah naungan organisasi Boedi Utomo dan Taman Siwa. Suatu pendidikan yang mengutamakan kesetaraan dan humanisme, dalam bentuk sistem nilai dan norma, yang kemudian disebut sebagai budi pekerti. Sistem pendidikan yang didukung oleh rasionalitas dan saintifik.
Sekolah-sekolah berbasis sekuler itu yang kemudian menjadi cikal bakal sistem pendidikan negeri di Indonesia, dimana dunia pendidikan lebih didukung oleh ilmu kependidikan yang saintifik.
No comments:
Post a Comment