Budi Soehardi
Recap dari pembicaraan denny siregar d dharmawangsa tanggal 15 Mei:
Kondisi negara kita saat ini meniru pola yang terjadi di Suriah sebelum perang. Ingat propaganda negatif tentang Basshar Al Assad (yang juga disebarkan BBC, CNN, Al Jazeera), lalu pengumpulan donasi untuk membantu korban perang? Denny Siregar (DS) sudah melihat gejala ini sejak 2011 tapi banyak yang tidak percaya. Malah dia dibilang kafir dan banyak yang mau penggal kepalanya sampai dia gak pernah kasih tahu orang alamat rumahnya. Takut anak istrinya diapa-apakan.
Ahok adalah martir. Tujuan akhir ya Jokowi. Tapi hikmah dari kasus Ahok adalah masyarakat awam jadi mulai melek politik, peduli dengan apa yang terjadi, dan mulai mengerti bahwa kita perlu kawal Jokowi supaya di sini tidak kejadian seperti di Suriah.
Kejadian Suriah itu juga membawa hikmah bagi kita untuk belajar dari kesalahan mereka. Semua yang terjadi di Suriah sebelum perang sudah kelihatan terjadi juga di sini. Misalnya, saat demo 411 tahun lalu, kalau Jokowi, Polri dan TNI gak main cantik, demo 411 itu bisa jadi trigger untuk kejadian seperti di Suriah.
Alhamdulillah Jokowi, Polri dan TNI tetap tenang dan menunjukkan simbol-simbol komunikasi bahwa mereka "mendukung" demo, padahal itu adalah cara mereka supaya lawan berpikir kalau mereka kawan.
Sebagai presiden, Jokowi memang nekat, dan menurut DS, Jokowi gak pernah menunjukkan emosinya. Istilah DS "Jokowi bukan cool, tapi terlalu dingin" :-D
Yang mau menguasai Indonesia ini memang kaum yang punya utopia mau menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Tapi sebenarnya ada banyak pihak yang menunggangi mereka, jadi bukan cuma sekelompok orang tertentu saja yang ingin negara ini kacau, tapi juga negara-negara lain (negara tetangga misalnya) yang khawatir Indonesia jadi besar (terutama secara ekonomi) dan negara-negara atau pihak-pihak yang mau memanfaatkan sumber daya alam kita.
DS bilang Jokowi kan pernah bilang kalau sumber daya alam Indonesia ini bisa jadi petaka buat kita, karena banyak yang ngincer. Jadi banyak pihak yang saling tunggang menunggangi. Dan mereka mau pakai beberapa isu, seperti:
1) Sunni vs Syiah
2) Islam vs non Islam
3) islam vs PKI
4) pribumi vs non pribumi
Pendukung gerakan-gerakan ini dananya luar biasa besar, triliunan rupiah, dan mereka sabar, mainnya pelan-pelan. Dari tiga pilar agama Islam di Indonesia, dua sudah mereka kuasai: MUI dan Muhammadiyah. NU memang belum, tapi NU sudah mulai terpecah internalnya, kecuali Anshor yang masih solid.
Tips DS: kalau pilih pemimpin, pilihlah yang tidak didukung PKS. Jangan pilih calon yang didukung PKS.
Menurut DS, NU kalau berhasil disusupi juga oleh Islam radikal, habis lah kita. NU kan ada sekitar 80 juta pengikutnya. Makanya selain Jokowi, NU inilah yang juga perlu kita kawal.
Memang cara radikal itu menyusup lewat dana ke pesantren, mesjid, dan yayasan-yayasan amal Islam karena mereka itu memang butuh dana. Karena itu DS sarankan juga untuk kita dukung dan jaga NU karena selama ini negara telah mengabaikan mereka padahal mereka inilah mayoritas Muslim di Indonesia.
Gerakan radikalisme yang ditunggangi ini dianalogikan DS seperti kanker, menyusup pelan-pelan. Buktinya sudah dibiarkan, bahkan dipelihara, selama 10 tahun lebih oleh pemerintah (terutama di era SBY). Jadi sekarang seperti kanker stadium 3. Kalau diingat beberapa kejadian di rentang 2015-2016 di Tolikara, Singkil, lalu ketika teroris Santoso dianggap mati syahid (untuk mengirimkan pesan bahwa Santoso dipuja Muslim karena melawan Kristen), kisah gembong narkoba Freddy Budiman, pembakaran vihara, lalu Ahok.
Dengan adanya kasus Ahok, banyak orang yang jadi makin melek politik, mulai bangkit semangatnya buat bela negara. Makanya dia bilang Ahok itu martir, tujuan perantara saja.
Di Indonesia ini memang sejak dulu ya isu yang bisa dimainkan adalah agama. Dia bilang Eep sebagai profesional tahu sekali soal itu, jadi katanya kalau negara kita kacau seperti Suriah, itu salah orang-orang seperti Eep yang gunakan itu untuk pecah belah kita!
DS kutip hadits Nabi soal perang akhir jaman, dan inilah yang sedang kita hadapi sekarang dengan kejadian di Suriah misalnya. Banyak orang yang menyebarkan fitnah, dan ini kita melawan bangsa kita sendiri, bukan melawan penjajah dari bangsa lain.
DS cerita kisah Nabi waktu bagi-bagi harta pampasan perang di Mekkah, lalu ada satu orang yang protes bilang Nabi gak adil. Kata DS, di hadits dijelasin ciri-ciri orangnya: jenggot panjang dan dahinya kapalan [baca artikel DS ttg kaum sarungan vs kaum gamis].
Kalau lihat skala dunia, memang target Islam radikal ini dua negara: Turki dan Indonesia. Sekarang Turki sudah kena (2016), dan berikutnya targetnya kita (Indonesia, 2019). Fitnah akan disebarkan kalo Jokowi itu PKI, dan itu bisa akibatkan kudeta bahkan sebelum 2019.
Katanya sih Kapolri Tito dan Panglima TNI Gatot masih jagain Jokowi banget. Mereka gunakan simbol-simbol komunikasi, contohnya waktu ada demo di Monas: para polisi zikir dulu, trus Gatot pakai kopiah putih. Sebenarnya waktu dia pakai kopiah putih itu dia mau sampaikan pesan kalo dia bagian dari mereka.
DS bilang demo 411 itu sebenarnya bisa bikin perang mulai berkobar, kalau saja tidak diantisipasi oleh pemerintah dibantu TNI dan Polri.
Sebagai pemimpin, Jokowi sebenarnya pintar, tidak tertebak. Berbeda gayanya dengan Ahok yang gak bisa jaga emosi (istilahnya kalau main layangan, Ahok narik terus, sedangkan Jokowi tarik ulur).
DS bilang kalau donasi-donasi yang dikerahkan untuk Suriah itu sebenarnya digunakan buat mendanai perang di sana, bukan buat anak-anak korban perang. Jadi kita juga ditipu sama donasi semacam ini. Kabarnya soal aliran dana donasi ini sedang diperiksa polisi. Tapi sudah berjalan selama 5 tahun, dan baru sekarang polisi menginvestigasi. DS bilang mereka yang melakukan pemanfaatan donasi itu sebagai iblis yang berbaju ulama.
Kita juga harus hati-hati dengan Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) yang katanya dibentuk sejak 2013 di mesjid kecil di Cijagrak Bandung dengan dana yang luar biasa besar. Dalam sehari, gerakan ini bisa memunculkan 2-3 jaringan di seluruh Indonesia (kan tidak mungkin kalau uangnya gak banyak). Padahal Syiah di Indonesia jumlahnya kecil banget dan bahkan tidak terdeteksi. Jadi tujuan mereka memang mau bikin stigma bahwa Syiah harus diperangi (“darah Syiah halal hukumnya”).
Stigmanya dibentuk pelan-pelan seperti dulu jaman Orde Baru yang bikin stigma soal PKI. NU akan distigmakan juga sebagai Syiah. Quraish Shihab dan Said Aqil Siradj kan sudah dituduh Syiah juga.
Tadi aku nangis denger DS cerita anaknya waktu kelas 1 SMP di sekolahnya (sekolah Islam) dibagikan buku “Kesesatan Syiah”. DS marah sekali karena "anak SMP mustinya dikenalin ke cinta bukan kebencian kepada sesama".
Jadi, salah satu tips nya DS lagi: jangan tertipu sama ajaran-ajaran berkedok agama di sekolah seperti ini.
Dia sebut ada pesantren yang akhirnya berubah radikal karena penyumbang dana memasukkan orang mereka ke situ dan mulai memengaruhi pesantren. Tapi pesantrennya gak bisa apa-apa karena tergantung pada dana dari si donor. Satu lagi yang kita belajar dari Suriah: konsep ulama direbut dan diklaim sama mereka, sementara para ulama yang lama (senior) dirusak reputasinya.
DS bilang “ketika Muhammadiyah meninggalkan Buya Ma’arif, di situlah saya tahu kalau Muhammadiyah sudah disusupi.”
Ulama-ulama baru yang bermunculan ini terkoneksi dengan ulama-ulama di luar negeri. Tadi DS bilang kenapa kita perlu jagain NU karena Pancasila dan NKRI itu sudah terbukti ada di orang-orang NU (itu sudah jadi bagian dari keimanan warga NU). Jadi sebenarnya mereka itu sudah gak usah lagi diajakin bela NKRI.
Contoh lain: tahun 2013 di mesjid di Sentul juga sudah mulai ada ajakan perang sama Syiah. Cuma karena waktu itu orang belum banyak yang paham Sunni vs. Syiah, jadi ajakannya belum banyak disambut. Di Indonesia (sebenarnya) gak di kenal konflik Sunni – Syiah, karena Islam di Indonesia masih tradisional.
Makanya mereka pakai isu lain: Cina vs. Non Cina (Pribumi vs. Nonpribumi), PKI atau Islam vs Kristen. DS bilang kita harus berterima kasih kepada Ahok karena setelah kasus Ahok ini, DS jadi tahu dimana "mereka" selama ini bersembunyi dan bisa mengetahui apa yang akan mereka lakukan. Misalnya, kita jadi tahu strategi mereka yang gunakan jaringan mesjid.
Jadi kaum radikal menunggangi rakyat bawah, padahal mereka juga (mungkin tanpa mereka sadari) juga ditunggangi oleh negara-negara lain atau kekuasaan yang lebih besar.
Soal Islam fundamental dan tradisional (dua kekuatan di Indonesia): baca artikel DS R ttg kaum sarungan vs kaum gamis
DS bilang salah satu kesuksesan Jokowi adalah ketika kemarin Indonesia Timur gak bergejolak setelah Ahok divonis bersalah. Mereka malah galang dukungan bantu jaga NKRI. Ini buah dari Jokowi yang bangun kawasan Indonesia Timur dengan infrastuktur seperti Trans Papua dll
Balik dikit ke Turki, kalau dilihat, kaum radikal ini menguasai Turki cuma dalam waktu 3 tahun, mulai 2013 di Mesir (Ihwanul Muslimin) dan Turki di 2016.
Strategi yang dipakai menjatuhkan Turki: berdiri di belakang tokoh yang delusional mau pegang kekuasaan seumur hidup dan menjanjikan kekuasaan ke orang itu (Erdoga di Turki).
Ihwanul Muslimin ini katanya akan menyasar pemimpin yang lemah secara karakter, yang takut kehilangan suara karena dia gak punya apa-apa untuk ditawarkan, jadi radikalisme dipelihara (didanai) untuk meperoleh suara (didanai). Sama seperti orang yang memelihara kemiskinan.
Dia kasih contoh Kementerian Kominfo sewaktu menterinya menginstruksikan untuk menutup akses Internet ke portal-portal Islam radikal, sudah tidak ada artinya karena anak-anak buah si Menteri sudah bocorkan infonya dan mereka langsung ganti nama website-website tersebut.
Jokowi jadi sulit gerak karena walaupun menteri-menteri diganti, orang-orang di kementerian itu sudah mereka kuasai dan orang-orang ini yang menguasai hal-hal teknis, jadi walaupun menteri kasih perintah, bisa juga tidak didengar. Mereka sudah mengakar, sejak 1998 setelah Reformasi.
Harusnya, kata DS, pemerintah bukan cuma membubarkan HTI – yang atas desakan Ansor – tapi juga melarang atau membekukan ideologinya, seperti PKI dulu.
Indonesia Khilafah itu cuma kendaraan saja. Yang diincar ya sumber daya alam kita. Teten Masduki salah satu tokoh yang sukses disebut PKI. Jadi sekarang apa-apa yang terjadi di negara ini akan dibikin semua salah Jokowi (SALAWI – salah Jokowi).
No comments:
Post a Comment