Surat yg indah......
SURAT TERBUKA HT (HERRY TJAHJONO) KEPADA PRESIDEN JKW
Bapak Jokowi yang saya hormati,
Pada saat pilpres yang lalu, sesungguhnya saya tidak memilih bapak – melainkan Prabowo. Tentang kenapa pilihan saya seperti itu, biarlah untuk saat ini tak perlu saya jelaskan. Ada hal lebih penting ingin saya sampaikan kepada bapak. Meskipun Prabowo jagoan saya waktu itu keok, namun tidak otomatis saya gagal move on – lalu membenci bapak seperti para “hater Jokowi” yang membabi-buta itu. Saya belajar untuk menjadi WNI yang dewasa, yaitu dengan cara patuh dan mendukung pemerintahan bapak – tanpa kehilangan daya kritis. Kedewasaan seorang warga negara diukur dari kesediaannya untuk hormat kepada pemimpin yang sah, sekalipun itu bukan pilihannya.
Dan setelah sekian tahun bapak memerintah, respek saya makin tumbuh dan kuat. Bapak – setidaknya sampai hari ini – membuktikan sebagai RI 1 yang bersih, berani, tegas, dan pekerja keras tanpa pamrih demi bangsa dan rakyat. Hasilnya mulai bisa dirasakan dan dilihat. Itu sebabnya saya ingin bapak bisa lebih panjang memerintah dan membangun negeri ini. Namun ketika sampai pada keinginan ini, kekhawatiran justru mulai merambah hati saya.
Pilkada DKI Jakarta yang baru usai ternyata menyisakan pekerjaan rumah besar bagi bangsa ini. Pilkada paling brutal itu telah merusak sendi-sendi berbangsa dan bernegara yang selama ini kokoh dan relatif harmonis. SARA, politisasi agama dan ektrimnya “segala cara” telah dipakai – dan akibatnya : gubernur petahana kalah. Pilkada ini – setidaknya menurut saya – harus dibayar mahal oleh kita semua, yakni : tersingkirnya seorang manusia baik, terlemparnya seorang gubernur terbaik yang pernah dimiliki republik ini.
Tapi itu belum seberapa pak, sebab saya yakin – sesakit apapun gubernur petahana itu – ia masih bisa menanggungkannya. Ekses lain yang jauh lebih buruk mesti kita hadapi bersama. Kehidupan sosial politik yang mulai kacau-balau dan dipenuhi oleh radikalisme serta intoleransi - yang bahkan merambah jantung pertahanan terakhir sebuah bangsa : pendidikan. Berbagai sekolah sudah diracuni oleh radikalisme dan SARA. Ada sekolah yang siswanya menolak Ketua OSIS karena berbeda agama. Ada sekolah yang mengajar siswa SD nya untuk membenci Cina, sebab Cina itu penjajah. Sebuah video pendek beredar, tentang seorang warga yang memaki-maki pemilik toko Cina. Dia mengancam akan membasmi orang Cina. Orang itu berani pongah dan petentengan, seolah merasa tak akan tersentuh hukum. Banyak lagi lainnya pak. Situasi masyarakat sangat gerah, dipenuhi kecemasan – seperti orang yang gelisah menunggu sebuah bom waktu. E.F. Schumacher – seorang filsuf hebat dan pakar ekonomi madya pernah bilang : "pendidikan adalah aset terbesar sebuah bangsa.” Dan kini aset terbesar kita itu telah diracuni oleh virus SARA, radikalisme dan intoleransi. Jika aset itu rusak, masa depan bangsa ini akan rusak pula.
Pada saat-saat menyesakkan seperti inilah saya teringat pada bapak sebagai Presiden saya. Ada asa yang terselip dalam hati saya, bahwa bapak bisa berbuat sesuatu bagi bangsa yang sedang sempoyongan ini. Kita tak perlu membesarkan hati atau menipu diri seolah tak terjadi apa-apa di tengah masyarakat kita pak. Sesuatu yang buruk dan mencemaskan sedang terjadi. Saya berharap banyak pada bapak. Tapi untuk itu bapak harus memerintah lebih lama lagi di negeri yang kita cintai ini.
Dua tahun lagi pilpres kembali digelar pak. Dan itu waktu yang tak banyak, kita tak punya kemewahan waktu untuk berkata “tarsok, tarsok – ntar besok, ntar besok”. Kemenangan kelompok radikal dan para politisi dalam kubu seberang membuat mereka berada di puncak kepercayaan diri. Mereka yakin sekali dengan keberhasilan dalam pilkada Jakarta. Ada “benchmark” strategi yang akan mereka lakukan lagi dalam pilpres mendatang. Kemungkinan besar mereka akan memakai jasa konsultan politik yang sama, yang hanya mempedulikan trofi kemenangan di atas apapun. Hati-hati pak, kalau tidak salah – konsultan itu juga pernah membantu bapak dalam pilpres yang lalu. Jika Ahok dipolitisir habis lewat isu non Muslim dan Cina, maka bapak yang Jawa dan Muslim sudah mulai dipolitisir dengan isu PKI. Virus PKI itu telah terasa disebarkan di tengah masyarakat pak. Tapi bisa jadi mereka juga tengah menggodok isu lain - plan B - untuk dijadikan bom bagi bapak.
Pada saat yang sama radikalisme terus bergerak berdentam-dentam setiap hari. Sudah saatnya bapak melakukan sesuatu dengan lebih tegas dan konkrit pak, sebelum semuanya terlambat. Mayoritas rakyat yang cinta NKRI sudah siap di belakang bapak. NU dengan Banser dan GP Ansornya yang luarbiasa kuat itu bahkan sudah mulai bergerak. Menurut saya, Negara tidak bisa hanya berdiri di tengah pak. Negara harus berpihak. Kenapa ? Sebab yang kita hadapi adalah musuh Negara. Kenapa musuh Negara ? Sebab kelompok radikal itu ingin mengubah Pancasila dan NKRI. Bukankah jelas itu musuh Negara ? Kenapa Negara ragu untuk berpihak pada rakyat dan kaum yang sudah jelas membela Negara ?
Banser dan GP Ansor siap “perang” pak, namun mereka membutuhkan dukungan Negara. Musuh Negara sudah jelas harus dibereskan. Semakin lama pembiaran ini, semakin brutal dan merajelela mereka. Negara juga harus memobilisasikan sumber dayanya – termasuk masyarakat – untuk menghadapi mereka.
Ada kekhawatiran bahwa pihak luar akan menunggangi sekaligus membela mereka jika dihantam dengan keras, sebab mereka akan langsung “playing victim”. Tapi selama mayoritas rakyat dan unsur-unsur terkuat Islam tradisional di negeri ini bersatu di belakang bapak (NU dan Muhammadiyah) – tak satupun musuh Negara (baik dari luar dan dalam) akan mampu menghancurkan kita pak. Jadi kini sudah saatnya bertindak pak, jika mereka tidak dibubarkan – setidaknya segera dinyatakan sebagai ormas terlarang. Dengan demikian, segenap komponen masyarakat beserta Banser, GP Ansor, ormas-ormas lain pro NKRI serta aparatus Negara dengan leluasa dan obyektif bisa menghentikan mereka setiap saat.
Bapak tentu tahu Revolusi Bunga sedang melanda negeri kita. Setelah terjadi pada Ahok yang ternyata sangat dicintai rakyat Indonesia (bukan hanya Jakarta), kini Revolusi Bunga itu merembet kepada POLRI yang kita banggakan pak. Artinya, mayoritas rakyat mendukung polisi, sekaligus mengandalkan polisi untuk segera bertindak membasmi kelompok radikal musuh Negara itu. Jendral Tito menjadi harapan kita. Juga Jendral Gatot, pak. Bapak mempunyai jendral-jendral terbaik yang tak perlu diragukan.
Dua tahun tak lama lagi pak. Persiapan “perang” itu harus dilakukan sejak sekarang. Redam radikalisme secepat mungkin, dukung habis setiap komponen masyarakat yang cinta NKRI dan Pancasila. Sekolah-sekolah harus segera disterilkan dari semua virus radikalisme dan SARA. Mendikbud harus berani, keras, tegas dan menerapkan manajemen kontrol yang super ketat. Menteri Agama tidak hanya sekadar mengeluarkan seruan dan himbauan, tapi peraturan yang tegas dan keras – semua tempat ibadah bukanlah ajang untuk menyebarkan kebencian, SARA dan radikalisme dan politik. Manajemen kontrol juga sama, harus super ketat.
TV yang tidak nasionalis dalam siarannya juga harus dikontrol, dan kalau ada yang menyebarkan radikalisme serta kebencian harus diberangus. Itu hak negara. Seperti kata bapak : demokrasi tidak boleh kebablasan. Semua TV swasta wajib menyiarkan lagu Indonesia Raya secara periodik. Jangan hanya mars partai saja. TV-TV itu cari makan di Indonesia. Wajib hukumnya.
Terlepas dari berbagai kekurangannya, Pak Harto punya manajemen kontrol yang hebat soal beginian pak. Bapak bisa menirunya, tanpa harus terjebak menjadi otoriter dan totaliter. Tegas dan keras itu tidak harus otoriter pak. Pedomannya sederhana, jika NKRI dan Pancasila terancam – kita harus menghancurkan musuh itu tanpa kompromi.
Percayalah pak, jika bapak tidak segera berbenah dan bertindak soal ini – kekalahan yang tidak adil pada gubernur petahana pilkada DKI akan terulang pada pilpres. Sekali lagi, saya tidak menginginkan hal itu. Bersihkan Negara dari radikalisme, intoleransi, lalu majulah dalam pilpres yang fair dan obyektif. Jadi kalaupun kalah, maka pemenangnya adalah yang terbaik bagi bangsa ini. Namun jika pilpres nanti dikooptasi oleh situasi brutal seperti pilkada DKI dan bapak kalah – itu akan menyakitkan bagi bangsa ini.
Secara subyektif, kekalahan bapak – meski menyaktikan – tak akan menghancurkan bapak secara pribadi. Sebab saya percaya bapak adalah pribadi dan pemimpin yang berjiwa besar dan legowo. Tapi jika itu terjadi, bangsa inilah yang akan hancur berkeping-keping pak. Dan kita semua, khususnya bapak sebagai pemimpin tertinggi republik – akan menanggung dosa paling besar pada para pendiri republik tercinta ini.
Demikianlah surat yang cukup panjang ini saya kirimkan kepada pak Jokowi yang baik dan rendah hati. Semoga bapak sempat dan berkenan membacanya. Ini hanya surat seorang rakyat pak, namun naluri saya mengatakan – saya tak sendiri soal ini. Jika bapak membaca judul surat terbuka ini ada inisial HT, mohon jangan anggap HT yang satu itu ya pak. Saya dan dia sama-sama HT. Saya dan dia sama-sama Cina. Saya dan dia sama-sama Kristiani. Perbedaannya, dia super kaya dan saya tidak. Saya mendukung bapak, sedangkan dia pengin merasakan duduk di kursi bapak tahun 2019 nanti – setidaknya kursi di sebelah bapak.
Jangan ragu menggunakan kekuasaan bapak dengan bijak pak. Bijak, tidak berarti lunak dan terlalu baik pak.
Salam hormat saya pak, semoga bapak selalu dilindungi dan diberi kesehatan oleh Tuhan YME.
Thank you Mr. President…wish you all the best…
HT (Herry Tjahjono)
No comments:
Post a Comment