http://cetak.kompas.com/read/2010/12/31/02540852/.kampung.energi.matahari
DAERAH TERPENCIL
Jumat,
18 Februari 2011
Tanpa jangkauan jaringan kabel dari Perusahaan Listrik Negara, Kampung Terentang tidak lantas gelap gulita. Pada malam hari, permukiman komunitas adat terpencil di Desa Subah, Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, itu berhias nyala lampu listrik.
Energinya berasal dari matahari yang sinarnya berlimpah dan tanpa perlu membeli. Terentang memang agak sulit dijangkau jaringan kabel listrik. Jaringan terdekat baru ada di ibu kota kecamatan, sekitar 30 kilometer dari Terentang.
Kampung tersebut juga sangat jauh dari sungai, sumber pembangkit listrik tenaga mikro hidro. Lalu, satu-satunya pilihan untuk penyediaan energi listrik bagi mereka adalah pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Ketua RT 09 RW 04 Kampung Terentang Julius Atong mengatakan, PLTS adalah paket bantuan dari Dinas Sosial Provinsi Kalbar untuk melengkapi bantuan permukiman yang sebelumnya diberikan kepada masyarakat.
”Setiap rumah mendapat bantuan panel surya dan aki penyimpan energi. Walaupun hanya bisa dipakai untuk menghidupkan tiga lampu pada malam hari, itu sudah cukup membantu daripada gelap sama sekali,” kata Atong.
Kapasitas penyimpanan energi matahari di setiap rumah memang terbatas sehingga hanya bisa dimanfaatkan untuk menghidupkan lampu pada malam hari. Akan tetapi, bagi masyarakat Terentang yang sedang merangkak, ketersediaan penerangan dari energi listrik pada malam hari sudah lebih dari cukup. ”Bagi kami, yang penting anak-anak tidak perlu lagi belajar menggunakan lentera. Kasihan kalau masih harus menggunakan pelita,” kata Mono (22), salah satu pemuda Terentang.
Ketersediaan energi listrik yang murah, walaupun hanya cukup untuk penerangan kala malam hari, sudah cukup membantu perekonomian masyarakat Terentang yang sebagian besar merupakan petani dan penyadap getah karet.
Panel surya adalah simbol yang terlihat di permukaan dari persoalan besar yang dihadapi masyarakat Terentang. Daerah ini pada mulanya adalah perkampungan masyarakat adat Dayak yang terletak di pedalaman Desa Subah.
Permukiman tersebut sangat sulit dijangkau karena tidak tersedia jalan untuk kendaraan. Pada tahun 2000-an kegelisahan masyarakat semakin menjadi-jadi karena sudah dua ibu hamil dan seorang bayi yang meninggal karena terlambat dibawa ke pusat kesehatan masyarakat di Tayan.
”Salah satu yang meninggal adalah bayi yang dilahirkan oleh kakak saya. Waktu itu, untuk menuju kampung kami memang sangat sulit, butuh beberapa jam dari jalan raya,” kata Mono. Kegelisahan masyarakat atas dampak dari jalan buruk itu tak bisa ditahan lagi.
”Warga kampung lalu sepakat mengutus kepala kampung untuk menyampaikan persoalan kepada bupati. Dari bupati, persoalan itu diteruskan ke Dinas Sosial Kalimantan Barat,” ujar Atong.
Sekitar dua tahun menunggu, masyarakat lalu dipindahkan ke permukiman di pinggir jalan trans-Kalimantan. Dinas Sosial Kalbar menyiapkan rumah- rumah berdinding papan kayu. Namun, baru setahun lalu masyarakat menikmati energi listrik dari PLTS.
No comments:
Post a Comment