MOJOKERTO I SURYA Online - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai Majelis Ulama Indonesia (MUI) salah kaprah dan tak paham konsep hukum yang dipakai MK terkait status anak yang lahir di luar nikah. Mahfud juga menampik jika keputusan yang ditelurkan pihaknya justru menghalalkan perzinahan.
Mahfud menegaskan, vonis MK itu justru sebagai langkah untuk menghalangi perzinahan. Dengan putusan itu kata Mahfud, maka orang yang melakukan perzinahan harus bertanggung jawab karena telah diancam hukuman.
”Kami menyiapkan ancaman hukuman bagi mereka yang tidak bertanggung jawab. Ini justru menghalangi adanya perzinahan,” kata Mahfud MD usai memberi kuliah umum di kampus Universitas Islam Majapahit (UNIM) Mojokerto, Rabu (28/3/2012).
Ia mengakui ada beberapa pemahaman yang berbeda antara pihaknya dengan MUI. MUI sendiri kata Mahfud, menyamakan hubungan keperdataan dengan nazab. Padahal kata dia, dari sisi hukum, keduanya tidak memiliki hubungan (berbeda).
”MK menyatakan bahwa orang yang lahir di luar perkawinan itu punya hubungan keperdataan dengan bapaknya. Lalu oleh MUI hubungan keperdataan diartikan hubungan nazab. Ini yang salah,” katanya.
MK juga menyatakan bahwa perkawinan yang sah itu adalah dilakukan menurut agama masing-masing. Oleh sebab itu, setiap anak yang lahir di luar perkawinan yang sah, tidak mempunyai hubungan nazab, tapi ada hubungan dalam keperdataan. Ia mencontohkan jika ada anak yang lahir di luar perkawinan yang sah, sementara si bapak tidak mengakuinya.
”Nah, anak ini bisa melakukan tuntutan keperdataan kepada bapaknya,” katanya.
Namun, keperdataan yang dimaksud MK, bukan soal waris dan perwalian. Berdasar pada pasal 365 KUHPerdata, barang siapa melakukan sesuatu yang bisa merugikan orang lain, bisa dituntut.
”Sudah jelas. Bahwa keperdataan yang kami maksud bukan keperdataan yang behubungan dengan nazab, yakni soal waris dan perwalian,” ucap dia.
No comments:
Post a Comment