Monday, July 13, 2020

MENAKAR BAHAYA LATEN TELKOMSEL

https://www.facebook.com/opinipediaofficial/posts/3304693886290947












Pembunuhan besar besaran terhadap mereka yang terduga sebagai PKI setelah Peristiwa Gerakan 30 September 1965 dimulai dari data yang diberikan oleh CIA - Central Intelegent of America.

Mantan pejabat urusan politik Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Robert J. Martens, mengakui memberikan daftar orang-orang PKI, dari tokoh atas hingga kader bawah, kepada tentara Indonesia untuk diburu dan dibunuh.
Sebagaimana diungkapkan wartawan Kathy Kadane di washingtonpost dot com, 21 Mei 1990 lalu.
Ada 5000 nama yang diberikan CIA, katanya.

Amerika tidak bisa menerima Indonesia jadi Negara Non Blok.
Maka dengan segala cara menjatuhkan Presiden Soekarno.
Setelah itu menghancurkan pengaruh Komunis di Indonesia dan menempatkan Soeharto sebagai pengganti dan kaki tangannya.



















Dan sesudah itu Amerika mendapat konsesi menggali gunung emas melalui Freeport McMoran di Irian Barat atau Papua - sebagai imbalannya.

Data adalah petunjuk awalnya.
Daftar berisi 5.000 nama yang telah disusun selama 2 tahun agar diburu dan "dihabisi".

Dan kematian 1 hingga 3 juta simpatisan PKI - dan jutaan lainnya yang ditangkap dan dipenjara tanpa pengadilan, dibuang ke Pulau Buru, serta dikucilkan dan mendapat stigma negatif hingga keturunannya - terjadi sesudah itu.

Di abad informasi kini - data semakin penting.
Bahkan sangat penting.

DATA adalah petunjuk, lampu penerang, tulang punggung dan juga senjata.
Berlaku juga dalam bisnis dan studi berbagai ilmu.

Memahami data, memahami masalah.
Dari data lah pengusaha dan aktifis menyusun strategi dan langkah aksi.

Kini di Tahun 2020 ini - posisi CIA digantikan oleh kadrun di dalam Telkomsel, BUMN milik negara.

Kadrun pro khilafah membocorkan data Denny Siregar di media sosial sebagai ancaman nyata.

Perkembangan mutakhir, dugaan terbongkarnya data Den-Si bukan oleh 'hacker' (dari luar) tapi bocoran kadrun (dari dalam).

Ada yang pegang kunci lemari data pelanggan.

Membukanya dan mengirimnya ke luar seolah olah 'hacker'.

Sungguh mengerikan.

Saat ini terjadi pada Denny Siregar.

Besok terjadi pada Anda dan kita semua.

No. hape, NIK - KTP dan KK (Kartu Keluarga) adalah kombinasi yang akan membuka segalanya karena itu syarat untuk memiliki dan mengaktifkan nomor hape.
Juga buka rekening bank.

Dan di era digital ini, dengan itu semua orang jadi telanjang dengan mengolah tiga data angka itu.

Kita semua bisa dipermalukan.

Dibuka aib dan semua rahasianya.

Saya berharap aparat kepolisian ekstra keras dalam kasus ini.

Jangan hanya melihat sebagai pembobolan data pelanggan terancam semata.

Karena yang terancam negara juga.

Dan jangan dikira polisi bisa bebas dan jadi penonton dalam hal ini. Pihak netral atau independen.

Tidak..!

Masing masing diantara polisi juga punya HP.

Dengan bocoran data dari mereka, isi rumah dan ATM Anda juga foto aksi tidak terpuji Anda bisa dibongkar.

Diunggah ke media sosial oleh para kadrun itu.

Bukan rahasia lagi sesama AKP dan Kombes di Instansi Kepolisian bersaing satu sama lain.

Dan dimasa kini saling menjatuhkan saingan, sesama korps, bisa dilakukan dengan modal data.

Karena itu, polisi harus mengusut tuntas.

Selain itu untuk kasus ini motifnya bukan uang - melainkan ideologi !.

Dan keselamatan warga negara.

Sementara itu Dirut Telkom harus menunjukkan kesungguhannya tak cuma pamer ISO ini ISO itu.

Sertifikasi lembaga keamanan Internasional.

Preet...!!

Nyatanya begitu mudah dibobol dari dalam.

Jangan sok kooperatif sama polisi tapi ngumpetin kadrun...!

Memang tidak mudah.

Para kadrun yang kini jadi pakar dan menduduki posisi penting sudah dibina dan dicuci otak sejak masih di kampus mereka.

Kampus Perguruan Tinggi Negeri bergengsi.

Paham khilafah, intoleran, negara Islam, wahabi salafi, ikhwanul muslimin, sudah merasuk ke tulang sumsum mereka.

Pengajian menghadirkan ustadz kadrun pun berlangsung rutin.

Ideologi anti Pancasila sudah berurat berakar.

Ibarat kanker, sudah masuk stadium 4.

Se level manager saja sudah nekad dan terang terangan memaki maki Presiden di media sosial.

Bahkan yang ngaku "hacker" berhasil buka identitas Jendral Moeldoko.

Yang ternyata modalnya dari membuka kunci lemari dari dalam sendiri.

Kunci fisik.

Bukan kode dari jauh.

PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) menduduki posisi ke tiga kapitalisasi saham di pasar.

Di bawah BCA (Rp.644 triliun) dan BRI (Rp.298 triliun).

Per Maret 2020 lalu, nilai induk perusahan Telkomsel mencapai Rp295 triliun.

Sempat ada ungkapan frustrasi :

"Pilihannya Telkomsel Yang Hancur atau NKRI Hancur ?!"

Tentulah hal itu tidak perlu terjadi.

Yang diperlukan adalah ketegasan Menteri BUMN, Menteri Kominfo dan Aparat tegas.













Informasi dari pihak internal pun mulai mengalir diranah publik.

Contohnya screenshot di atas yang beredar di Twitter.

Ini momentum baik bagi Kementrian BUMN di bawah Erick Thohir untuk membersihkan instansinya.

Momen kebocoran data oleh oknum internal Telkomsel bisa jadi pemicunya.

Tentu yang dibersihkan juga termasuk para kadrun pengusung khilafah, alias para teroris yang ingin mengganti dasar negara.

TELEKOMUNIKASI itu sangat vital dan besar imbasnya di dalam sebuah rencana kudeta.

Oleh sebab itu, Kementrian BUMN harus membersihkan Telkom dan Telkomsel dari pengaruh ideologi kadrun dan Anti Pancasila sampai tuntas.

Bahaya sekali jika para teroris data ini dibiarkan menguasai perusahaan telekomunikasi negara. Jangan sampai Telkomsel menggantikan posisi PKI dan HTI: jadi bahaya laten. ***


















✍🏼 Supriyanto Martosuwito

No comments: