Monday, April 04, 2011

Ketua DPR Dituding Lakukan Pembohongan Publik

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=276058


GEDUNG BARU PARLEMEN



Selasa, 5 April 2011
JAKARTA (Suara Karya): Ketua DPR Marzuki Alie dituding melakukan pembohongan publik karena mengatakan pembangunan gedung baru DPR sudah diputuskan anggota DPR periode 2004-2009. Anggota DPR periode lalu juga disebutkan belum memutuskan bentuk dan rancangan bangunan gedung baru DPR itu.


Demikian diungkapkan sejumlah mantan anggota DPR periode 2004-2009 yang terlibat dalam Tim Peningkatan Kinerja DPR kemarin, kepada pers, di Jakarta. Mereka antara lain Ketua Tim Peningkatan Kinerja DPR 2004-2009 Darul Siska (Fraksi Partai Golkar), Alvin Lie (Fraksi PAN), dan Eva Kusuma Sundari (Fraksi PDIP).

Sementara itu, Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie berpendapat, gedung baru DPR tidak usah mewah. Pembangunan gedung baru DPR yang menuai kontroversi itu sebaiknya ditinjau ulang lagi. "Saya sudah katakan berkali-kali, membangun gedung DPR diperlukan, tetapi tentu tidak perlu semewah itu," katanya.

Menurut Aburizal, gedung DPR yang ada sekarang didesain untuk 800 orang, sementara tiap hari sekitar 3.000 orang kini berada di gedung tersebut. Karena itu, katanya, dibutuhkan gedung yang berkapasitas lebih sehingga bisa menampung orang sebanyak itu. "Tapi tidak boleh mewah. Fungsional saja," ujarnya.

Alvin Lie menjelaskan, Ketua DPR Marzuki Alie melakukan pembohongan publik terkait pembangunan gedung baru DPR. "Saya tidak tahu apakah ini obsesi Ketua DPR ataukah Ketua DPR yang dibohongi Setjen DPR," katanya.

Alvin menyebutkan, dugaan pembohongan publik itu harus diusut tuntas. Menurut dia, publik juga harus mencermati langkah-langkah DPR karena rencana pembangunan gedung baru dikesankan sudah diputuskan DPR periode lalu. Darul Siska menambahkan, gedung baru yang dirancang DPR saat ini bukan gedung yang direncanakan DPR periode lalu. "Gedung ini bukan rekomendasi DPR yang lalu. Bukan sama sekali," katanya.

Menurut Siska, rencana pembangunan gedung baru DPR semestinya melibatkan publik karena gedung itu diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Di samping itu, keterlibatan publik juga akan menekan reaksi terhadap rencana tersebut.

Siska mengemukakan, keterlibatan publik yang perlu diperhatikan adalah dalam perencanaan dan penyusunan tahapan pembangunan gedung baru. Anggota dan pimpinan DPR, katanya, jangan terlalu percaya diri dengan tidak melibatkan publik dalam mewujudkan gedung baru itu.

"Sejak periode lalu, kami sudah menyusun perencanaan penataan kompleks parlemen melalui pelibatan publik. Keterlibatan publik itu melalui workshop dan sayembara," kata Siska.

Sedangkan Eva Sundari mengatakan, berawal dari ketidaknyamanan ruang sidang paripurna DPR, juga rendahnya tingkat kehadiran anggota DPR dan rendahnya produktivitas DPR dalam bidang legislasi, maka pada 14 Februari 2005 dibentuk Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR yang beranggotakan 21 orang dari 10 fraksi. Tim itu dipimpin Wakil Ketua DPR periode 2004-2009 Zaenal Maarif dan empat orang wakil ketua.

Pada akhir 2006, tim itu menyampaikan laporan hasil kerja mereka ke sidang paripurna DPR.
Laporan itu tertuang dalam buku berjudul Reformasi DPR RI yang berisi rekomendasi dan langkah-langkah yang harus dilakukan DPR dalam menjalankan tugas serta fungsi yang diamanatkan UUD sekaligus mampu memenuhi harapan masyarakat.

"Pembangunan gedung di lingkungan parlemen akan dilaksanakan secara bertahap sesuai kebutuhan dan kemampuan keuangan negara dengan mengacu kepada grand desain kompleks parlemen Indonesia," katanya.

Menurut dia, sewaktu tim dalam proses pembicaraan mengenai sayembara grand design kompleks parlemen, ada BUMN yang menyodorkan maket yang akan dipresentasikan kepada tim.

Usul presentasi itu, katanya, ditolak tim karena yang dibutuhkan adalah desain besar (grand design), bukan unit gedung DPR. "Sementara untuk melaksanakan sayembara penyusunan grand desain kompleks parlemen, tim pengarah bekerja sama dengan Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) dan Inkindo," katanya.

Anggota DPR periode 2004-2009 pernah merencanakan penyelenggaraaan sayembara mengenai desain komprehensif komplek parlemen Indonesia dengan hadiah Rp 100 juta, tetapi rencana itu belum terwujud hingga masa jabatan berakhir.

"Waktu itu kita rencanakan sayembara dengan hadiah sebesar Rp100 juta kepada pemenangnya. Itu sebagai bagian dari pelibatan publik, bukan langsung tender seperti sekarang," kata Darul Siska.

Dia mengatakan, penyelenggaraan sayembara desain gedung parlemen itu sebagai bagian dari pelibatan publik karena gedung ini adalah gedung rakyat.

Penyelenggaraan sayembara itu sebagai bagian dari upaya Tim Peningkatan Kinerja DPR RI untuk memantapkan perencanaan pembangunan kompleks parlemen Indonesia secara komprehensif.

Sedangkan mantan anggota DPR periode 2004-2009 Eva Sundari (PDIP) yang terpilih kembali pada periode 2009-2014, mengemukakan, sayembara itu perlu dilakukan karena bangsa Indonesia belum pernah merencanakan suatu kompleks parlemen. Yang digunakan sekarang adalah gedung eks Conefo. Karena itu, perlu merumuskan grand design kompleks parlemen yang mampu mengantisipasi kebutuhan parlemen di masa mendatang.

Hal itu, menurut dia, penting agar tidak terjadi pembangunan tambal sulam di komplek DPR/MPR seperti sekarang karena ada kebutuhan ruang untuk DPD RI. Grand desain komplek parlemen diusahakan semaksimal mungkin memanfaatkan gedung-gedung yang sudah ada yang meliputi areal 78,8 hektare di Senayan.

Sementara itu, gugatan perwakilan kelompok (class action) dalam rangka pembatalan pembangunan gedung DPR yang baru diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin.

"Kami mendapat tugas mengajukan gugatan mewakili warga negara. Partai Gerindra sendiri sejak awal menolaknya," kata Ketua DPP Bidang Advokasi Gerindra Habiburokhman di PN Jakarta Pusat, Senin.

Meski gugatan ini diajukan dengan mekanisme citizen law suit, namun, kata Habib, gugatannya yang diajukan dari 33 orang sebagai perwakilan kelompok (class action). Para wakil kelas dari 33 provinsi itu akan menyampaikan dukungannya dari 4 hingga 15 April 2011, di antarannya Ketua Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Puoyono dan Adi Partogi Singal Simbolon.

Mekanisme perwakilan kelompok ini bersifat keikutsertaan negatif. "Jadi, bagi warga negara yang keberatan dapat mengajukan keberatannya untuk keluar dari gugatan ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata dia.

Gugatan ini sendiri ditujukan kepada Ketua DPR, Ketua BURT dan seluruh anggota BURT. Selain tuntutan pembatalan, Habib juga meminta majelis pembangunan gedung DPR bisa ditunda hingga putusan perkara ini mendapatkan kekuatan hukum tetap.

Adapun alasan pengajuannya karena DPR dinilai lebih mementingkan kepentingan golongan untuk mendapatkan fasilitas mewah dan berlebihan ketimbang kepentingan negara secara keseluruhan.

"Secara umum akan membuat rakyat yang selama ini berharap perbaikan taraf hidup justru kecewa pada pemerintah dan parlemen. Oleh sebab itu, kami yakin sebagian besar rakyat pasti menolak," ujar dia.

Selain itu, kata Habib, DPR digugat karena telah membuat kebohongan publik yaitu akan membangun gedung baru DPR yang tertata mewah. Sementara itu, pembangunan gedung baru yang memakan biaya sekitar Rp 1,16 triliun ini terkesan terlalu gagah. (Tri Handayani/Feber S/Wilmar Pasaribu)

No comments: