http://travel.kompas.com/read/2011/06/07/14552045/Kampung.Kauman.Surga.Batik.Solo
Ferril Dennys | I Made Asdhiana | Selasa, 7 Juni 2011 | 14:55 WIB
SOLO, KOMPAS.com - Sebuah pesan singkat terkirim ke telepon genggam setibanya saya di Solo, Sabtu (4/6/2011). "Di Solo ada dua kampung batik yaitu Kampung Laweyan dan Kampung Kauman," begitu isi pesan singkat atau sms dari seorang teman atas pertanyaan sebelumnya mengenai tempat di mana saya bisa mencari batik yang memang cukup tersohor di kota ini.
Nah, persoalannya saya buta dengan wilayah Solo. Pasalnya, ini kali kedua saya berkunjung ke kota yang memiliki motto "Spirit of Java". Seorang pegawai Hotel Kusuma Sahid Prince Hotel, di mana tempat saya menginap, menyarankan agar saya memilih Kampung Kauman. Dia bilang lokasinya cukup dekat dari hotel. Saya pun setuju.
Keesokan harinya, kurang lebih lima belas menit dengan menumpang becak, saya akhirnya tiba di Kampung Batik Kauman. Terdapat sekitar 40-an home industry batik seperti Batik Gunawan Setiawan, Batik Kaoeman, Batik Cakra Kembar, dan lain-lain.
Pengunjung dipastikan tidak akan tersesat ketika mengunjungi kampung yang menyatu dengan Mesjid Agung ini. Di setiap gang masuk, ada sebuah peta yang menunjukkan tempat galeri-galeri batik yang berada di kampung ini.
Apalagi, keunikan yang dimiliki kampung ini adalah para wisatawan mendapatkan kemudahan transaksi sambil melihat-lihat rumah produksi tempat berlangsungnya kegiatan membatik sehingga pengunjung memiliki kesempatan luas untuk mengetahui secara langsung proses pembuatan batik. Bahkan untuk mencoba sendiri mempraktekkan kegiatan membatik.
Memang, saya sangat penasaran dengan cara pembuatan batik yang selama ini saya menyaksikannya lewat lawar kaca. Namun sayang, saya harus dibuat gigit jari. "Kalau hari Minggu, karyawan libur sehingga Anda tidak bisa melihat proses pembuatan batik," kata salah satu karyawan, Sebastian Gunawan.
Alhasil, saya hanya melihat produk batik yang dihasilkan kampung ini. Seni batik Kampung Kauman dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu batik klasik motif pakem (batik tulis), batik murni cap, dan model kombinasi antara tulis dan cap. Batik tulis bermotif pakem yang banyak dipengaruhi oleh seni batik keraton Kasunanan merupakan produk unggulan kampung batik kauman.
Keahlian membuat batik di kampung ini tidak terlepas dari sejarah perpindahan Keraton Kartosuro ke Solo yang kemudian berubah nama menjadi Kasunanan. Kasunanan inilah yang memberikan latihan khusus untuk membuat batik baik berupa jarik atau selendang kepada masyarakat kaum (abdi dalem). Tak ayal, banyak pengunjung puas dengan hasil produk batik yang dhasilkan Kampung Kauman.
"Di Pasar Klewer juga ada jual batik. Tetapi di sana, disatuin barang yang bagus dan jelek. Kalau di sini memang harganya untuk wisata. Tapi banyak pilihan dan motifnya bagus-bagus," kata Hariyanto, seorang pegawai bank, saat ditemui Kompas.com di gerai Batik Kaoeman.
Seiring berjalannya waktu, usaha batik berhasil menaikkan taraf ekonomi masyarakat. Bahkan, dari usaha ini masyarakat Kauman dapat membangun rumah yang megah atau indah pada awal tahun 1800 sampai dengan pertengahan tahun 1900.
Buktinya, Nasir, pemilik Rumah Batik Naval, mengaku hanya butuh waktu setahun agar modal usahanya balik. "Rumah batik ini sudah lima tahun. Modal usaha ini Rp 5 juta. Namun, satu tahun sudah balik modal," kata Nasir yang memiliki empat pegawai.
Disamping produk batik, Kampung Kauman memiliki situs-situs bangunan bersejarah berupa bangunan rumah joglo, limasan, kolonial dan perpaduan arsitektur Jawa dan kolonial. Oleh karena itu, kunjungan saya ke Solo akhirnya tidak sia-sia ketika pulang ke Jakarta, Senin (6/6/2011).
Kampung Kauman pun menginspirasikan saya bagaimana masyarakatnya memiliki tekad melestarikan kebudayaan di tengah derasnya arus modernisasi. Saya berharap masih bisa membatik sendiri ketika kembali berkunjung ke Kampung Kauman pada suatu saat nanti.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment