Senin, 6 Jun 2011 06:49 WIB
Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB) menggelar Diskusi Kebangsaan bertajuk "Satukan Hati - Satukan Visi untuk Indonesia” di One Earth, One Sky, One Humankind, Ciawi, Bogor pada Sabtu (4 Juni 2011). Acara ini merupakan salah satu rangkaian program Retreat nasional. Pesertanya berasal dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Semarang, Bali, Lampung, dan Kalimantan.
Diskusi kebangsaan memang rutin diadakan di One Earth sejak 2005. Kali ini menghadirkan 2 narasumber. Pertama, Dr. Muhammad A.S. Hikam, APU. Beliau pernah menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi pada Kabinet Persatuan Nasional di era Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur). Kedua, Utami Pidada, penulis buku "Perjuangan Seorang Ibu: Dari Politisi Menjadi Pejalan Sunyi" ini sempat menjadi Anggota DPR RI. Selaku moderator Dian Martin, beliau merupakan Wakil Ketua dari Yayasan Anand Ashram.
Mahasiswa/mahasiswi dari Universitas Bung Karno (UBK), UIN Syarif Hidayahtullah, Unindra, aktivis Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND), dan Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (JAKER) turut memeriahkan acara sore tersebut.
Dalam kesempatan itu, AS Hikam mengatakan bahwa DNA bangsa ini ialah PANCASILA. Ironisnya, nilai-nilai itu mulai dihilangkan dari tubuh republik tercinta. Bahkan, ada anggota DPR yang lupa atau sengaja melupakan Pancasila. Bagaimana mungkin seorang wakil rakyat yang melupakan dasar negara ini dapat menjalankan amanah rakyat dan memajukan bangsanya?
Lebih lanjut, penghilangan DNA bangsa melahirkan RNA. Mereka menghendaki keseragaman dengan cara apapun. Termasuk menghalalkan kekerasan atas nama agama. Seperti yang acapkali terjadi saat ini. Kita dapat menyaksikan tingkah pongah tersebut dari berita di televisi, koran, dan media online.
Sejatinya, Pancasila merupakan budaya yang membentuk karakter bangsa ini. Sebagai bangsa yang terbuka, unsur budaya dari belahan dunia manapun dapat tumbuh sumbur di dalam lahan jiwa bangsa Indonesia. Kalau kita tetap berpegang pada DNA bangsa (baca: Pancasila) niscaya setiap elemen bangsa dapat hidup dalam kedamaian.
AS Hikam juga mengajak kita semua agar bersyukur telah lahir sebagai Warga Negara Indonesia. Menjadi tugas segenap anak bangsa untuk mengembalikan Pancasila sebagai DNA bangsa. Inilah solusi yang dapat mengakhiri krisis identitas kita.
Sementara itu, Ayu Pidada membeberkan upaya-upaya untuk menghancurkan Pancasila. Terbukti dari amandemen UUD 1945 yang kemudian menghasilkan konstitusi baru berupa Hasil Amandemen 2002. Batang Tubuh Hasil Amandemen 2002 tersebut tidak dijiwai oleh Pancasila. Akibatnya, terjadi kekacauan sistem di Republik ini.
Sebagai contoh, musyawarah dan mufakat digantikan voting. Dalam voting mengandalkan adu kekuatan secara langsung. Sehingga terjadi ‘pertempuran’ yang harus dimenangkan dengan segala cara. Cara ini tidak sesuai dengan semangat bangsa yang berdasarkan Pancasila, yakni Musyawarah untuk Mufakat.
Ayu melihat akar masalahnya terletak pada ketiadaan "budi pekerti." Banyak orang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Pancasila. Budi pekerti niscaya melahirkan budaya. Kebudayaan luhur berdasarkan Pancasila dapat mengangkat negeri ini menuju kejayaan. Tapi memang membutuhkan kerja keras dan gotong-royong.
Semua itu musti dimulai dari rumah. Para ibu mendidik anaknya dengan pendidikan budi pekerti. Bukan dengan asas keagaman atau kesukuan. Ke depan, akan terlahir yang berjiwa Pancasila tulen.
Selaku tuan rumah dan penggagas acara ini, Anand Krishna mengingatkan agar kita mewarnai segala aspek kehidupan berbangsa dengan unsur Pancasila. Misalnya, di mulai dari perfilman (hiburan). Buatlah film-film dan sinetron-sinetron yang mengandung nilai-nilai Pancasila.
Pendidikan nasional pun musti mengandung unsur Pancasila. Bahkan mulai dari pelajaran Fisika sampai Olahraga sekalipun. Memang ini memerlukan kerja keras. Kendati demikian, semua itu mungkin kalau kita mau duduk bersama dan merumuskannya dalam semangat Pancasila.
T. Nugroho Angkasa S.Pd, (Guru SMP Fransiskus Bandar Lampung)
No comments:
Post a Comment