SELASA, 31 MEI 2011, 07:29 WIB
Rekaman kekejaman terhadap ternak ditayangkan program ABC's Four Corners tadi malam.
VIVAnews - Pemerintah Federal Australia sedang berada di bawah tekanan, untuk mengakhiri ekspor ternak hidup ke Indonesia. Kini sedang diributkan bahwa rumah pemotongan di tanah air melakukan berbagai praktek kejam terhadap binatang, yang dianggap melanggar hak asasi hewan.
Sebuah rekaman penyembelihan sapi ditayangkan di program ABC's Four Corners tadi malam, Senin, 30 Mei 2011. Dalam tayangan itu terlihat sapi Australia rata-rata dipotong di tenggorokannya 10 kali, padahal mestinya hanya satu sayatan. Tak hanya itu, hewan-hewan itu juga mengalami kekerasan lain.
Menyusul tayangan tersebut, organisasi Animals Australia, RSPCA, dan politisi Australia, Andrew Wilkie, menuntut pemerintah dan eksportir untuk mengakhiri pengiriman ternak hidup ke Indonesia. Kata mereka, baik pemerintah dan industri telah mengabaikan fakta yang terjadi di rumah pemotongan hewan Indonesia.
Perusahaan LiveCorps yang menerima rekaman ini minggu ini juga langsung bertindak. Mereka membatalkan penjualan ke tiga rumah pemotongan hewan dan mengirimkan ahlinya.
"Meskipun kami menghadapi banyak tantangan dalam meningkatkan kesejahteraan hewan di negara berkembang, kami telah membuat kemajuan besar selama dekade terakhir," kata bos LiveCorp, Cameron Hall, seperti dimuat situs berita The West Australian, Selasa, 31 Mei 2011.
"Tidak ada bangsa lain yang memiliki komitmen pada kesejahteraan hewan seperti Australia dan tidak ada negara lain yang berinvestasi dalam kesejahteraan hewan seperti yang kami lakukan." LiveCorp bersikeras rekaman yang dipertontonkan ke publik Australia tak mencerminkan seluruh kondisi di Indonesia.
Untuk diketahui, Indonesia adalah importir terbesar sapi Australia--memiliki 100 fasilitas pengolahan binatang.
Bagaimana kekejaman pada sapi itu bisa terkuak? Adalah aktivis perlindungan binatang dari Animals Australia, Lyn White yang datang langsung ke Indonesia.
Menyusul tayangan tersebut, organisasi Animals Australia, RSPCA, dan politisi Australia, Andrew Wilkie, menuntut pemerintah dan eksportir untuk mengakhiri pengiriman ternak hidup ke Indonesia. Kata mereka, baik pemerintah dan industri telah mengabaikan fakta yang terjadi di rumah pemotongan hewan Indonesia.
Perusahaan LiveCorps yang menerima rekaman ini minggu ini juga langsung bertindak. Mereka membatalkan penjualan ke tiga rumah pemotongan hewan dan mengirimkan ahlinya.
"Meskipun kami menghadapi banyak tantangan dalam meningkatkan kesejahteraan hewan di negara berkembang, kami telah membuat kemajuan besar selama dekade terakhir," kata bos LiveCorp, Cameron Hall, seperti dimuat situs berita The West Australian, Selasa, 31 Mei 2011.
"Tidak ada bangsa lain yang memiliki komitmen pada kesejahteraan hewan seperti Australia dan tidak ada negara lain yang berinvestasi dalam kesejahteraan hewan seperti yang kami lakukan." LiveCorp bersikeras rekaman yang dipertontonkan ke publik Australia tak mencerminkan seluruh kondisi di Indonesia.
Untuk diketahui, Indonesia adalah importir terbesar sapi Australia--memiliki 100 fasilitas pengolahan binatang.
Bagaimana kekejaman pada sapi itu bisa terkuak? Adalah aktivis perlindungan binatang dari Animals Australia, Lyn White yang datang langsung ke Indonesia.
Ia mengunjungi 11 rumah pemotongan hewan Maret 2011 lalu. Saat itulah kekejaman itu terkuak. Di salah satu kasus, ada seekor sapi tergelincir di lantai yang licin. Dengan maksud menggiring sapi ke penyembelihan, para pekerja memutus ekornya, mencukil mata, dan menuangkan air ke hidung sapi.
Kepala riset RSPCA, Bidda Jones, yang ditugaskan menganalisa penyembelihan mengatakan, rata-rata sapi harus dipotong tenggorokannya sampai 10 kali sebelum mati. "Bahkan ada yang sampai 33 kali," kata dia pada ABC. "Ini bukti kurangnya keahlian dan pisau yang kurang tajam."
Selain menuntut perbaikan di rumah pemotongan, para eksportir Australia juga dituntut memperbaiki metode pengiriman. Salah satunya, dengan menggunakan kotak--untuk mencegah kaki binatang bersinggungan dengan lantai yang licin dan terjatuh.
• VIVAnews
Kepala riset RSPCA, Bidda Jones, yang ditugaskan menganalisa penyembelihan mengatakan, rata-rata sapi harus dipotong tenggorokannya sampai 10 kali sebelum mati. "Bahkan ada yang sampai 33 kali," kata dia pada ABC. "Ini bukti kurangnya keahlian dan pisau yang kurang tajam."
Selain menuntut perbaikan di rumah pemotongan, para eksportir Australia juga dituntut memperbaiki metode pengiriman. Salah satunya, dengan menggunakan kotak--untuk mencegah kaki binatang bersinggungan dengan lantai yang licin dan terjatuh.
No comments:
Post a Comment