SELASA, 31 MEI 2011 | 19:54 WIB
JAKARTA l SURYA Online- Hari ini adalah Hari Anti Tembakau Internasional. Indonesia berusaha keras menyadarkan masyarakat akan bahaya rokok. Namun nyatanya, program Anti Rokok Indonesia disebut-sebut sebagai program terburuk di dunia. Ada juga yang berpendapat bahwa kampanye anti-rokok justru merugikan warga, terutama warga miskin, melihat industri rokok Indonesia adalah salah satu yang terbesar di dunia.
Menurut Wardah Hafidz dari Urban Poor Consortium di Jakarta, masalahnya tidak sesederhana itu dan harus dilihat dari pelbagai aspek. Dari segi pemborosan uang dan dampak kesehatan, lebih baik jika orang-orang miskin tidak merokok.
Pembatasan atau larangan untuk tidak merokok di ruang publik, menurut Wardah, justru menguntungkan orang miskin. Sebagai contoh ia menyebut ancaman yang dikeluarkan Pemda DKI Jakarta untuk tidak memberi orang miskin kartu Gakin (kartu bebas biaya berobat, red.) jika masih merokok. Artinya, aturan itu menguntungkan mereka.
Pembatasan atau larangan untuk tidak merokok di ruang publik, menurut Wardah, justru menguntungkan orang miskin. Sebagai contoh ia menyebut ancaman yang dikeluarkan Pemda DKI Jakarta untuk tidak memberi orang miskin kartu Gakin (kartu bebas biaya berobat, red.) jika masih merokok. Artinya, aturan itu menguntungkan mereka.
Namun jika dilihat dari hak asasi secara sangat individualistik, mungkin mereka yang sudah terlanjur sangat tergantung pada rokok akan rugi, tambah Wardah. “Tapi kalau secara lebih luas melihatnya, dari segi ekonomi dan kesehatan, sebetulnya larangan atau pembatasan itu baik untuk orang-orang miskin.”
Namun Wardah Hafidz juga mengakui industri rokok Indonesia menguntungkan orang miskin karena mempekerjakan jutaan orang. “Kalau dilihat bahwa dia memberi jutaan lapangan kerja, itu betul. Tapi harus dilihat juga secara imbang bahwa dia menyebabkan permasalahan kesehatan yang selama ini tidak diukur.”
Menurut Wardah juga harus dilihat seberapa besar dampak kesehatan yang harus ditanggung oleh khususnya orang-orang miskin. “Karena ketika mereka misalnya kena kanker, tidak ada jaminan apa-apa dari baik pemerintah, maupun tanggung jawab dari industri rokoknya. Yang di situ, menurut saya, cara melihatnya tidak imbang.”
Wardah selanjutnya mengatakan bahwa industri rokok memberikan ancaman tidak hanya kepada yang merokok tapi juga kepada orang-orang di sekitar si perokok itu. “Kalau yang kaya, mereka masih bisa memilih cara rokok yang lebih aman, membuat dampak kesehatan tidak terlalu besar pada dirinya atau lingkungannya.”
Lain halnya dengan orang miskin, jelas Wardah. “Kalau orang-orang miskin, mungkin dia mendapat gaji, lima ratus ribu sebulan. Tapi ketika dia sakit, biayanya jauh lebih besar dari itu, belum lagi nanti anaknya mengisap juga asapnya, atau isterinya, atau lingkungan sekitarnya.”
No comments:
Post a Comment