Sunday, May 15, 2011

Sosok: Vincensius Nurak -- Meninggikan Posisi Tawar Petani

http://sutarko.blogspot.com/2011/05/vinsensius-nurak-meninggikan-posisi.html
NAWA TUNGGAL


Banyak orang menutup mata terhadap persoalan petani yang punya posisi tawar rendah di depan para tengkulak. Cara dagang tengkulak juga tidak jarang curang dengan mengakali alat timbang atau diam-diam menyunat angka hasil timbang. Vinsensius Nurak adalah satu di antara sedikit orang yang peduli terhadap permasalahan ini di Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.


"Petani paling mudah ditipu, yaitu ketika menjual sapi," kata Nurak, penerima medali penghargaan Equator Prize 2010 dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Development Programme/UNDP) mewakili Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM), Nusa Tenggara timur (NTT).

YMTM bersama Komunitas Nelayan Tomia (Komunto) di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, merupakan dua lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal di Indonesia yang berhasil menerima penghargaan Equator Prize 2010.


Medali penghargaan disampaikan UNDP di American Museum of Natural History, New York, Amerika Serikat (AS), 20 September 2010.


Masing-masing penerima penghargaan juga diberi hadiah uang senilai 5.000 dollar AS.
UNDP memberi penghargaan ketika Nurak dianggap layak karena telah mengembangkan Program Pertanian Berkelanjutan dan Pemasaran yang Adil di kabuoaten Timor Tengah Utara, NTT.


Nuak mengatakan, upaya itu sebagai pendekatan holistis untuk peningkatan pendapatan petani sekaligus melestarikan lingkungan. NTT dengan wilayah "pelit" hujan membutuhkan strategi khusus untuk mengolah lahan yang kering, selain pembelaan petani untuk mendapatkan sistem pemasaran yang adil.

Pemasaran bersama

"Saya melihat bobot sapi yang dijual petani 260 kilogram, bisa dibilang tengkulaknya hanya 240 kilogram. Petaninya tidak tahu dan menerima uang dari tengkulak hanya untuk pembayaran 240 kilogram," tutur Nurak.


Uang sunat untuk selisih 20 kilogram daging sapi hidup tersebut sangat berharga bagi kehidupan petani di NTT yang rata-rata miskin. Apabila saja setiap satu kilogram sapi hidup dihitung Rp 25.000, uang petani yang hilang sebesar Rp 500.000.


Ini menggugah kesadaran Nurak bahwa petani tidak akan mempunyai daya ketika harus menjual hasil usaha dengan berhadapan sendiri-sendiri dengan tengkulak. Mereka tak punya posisi tawar tinggi. Petani yang tidak pernah menipu justru paling mudah ditipu.


"Petani perlu mengorganisasi diri untuk melakukan pemasaran bersama," kata Nurak.
Inspirasi mengorganisasi petani ini membawa Nurak untuk selalu mendiskusikan kepada sesama teman kuliahnya.Nurak juga aktif dalam berbagai penelitian pertanian. Tahun 1986 sampai 1990 Nurak terlibat kegiatan riset Agroejosistem Daerah Kering di NTT serta berbagai riset lain terait dengan agroforestri dan etnobotani.


Sejak 1988, Nurak dan teman-teman kuliahnya bergabung dengan LSM Geo Meno yang bergerak di bidang pendampingan petani di Kabupaten Timor Tengah Utara. Nurak kerap tinggal di keluarga-keluarga petani. Sembari menghimpun petani untuk melawan cara-cara tengkulak yang curang dalam berdagang, Nurak juga melatih para petani untuk membuat kebun tetap (tidak berpindah-pindah) dan melatih budidaya tani di lahan kering.

Petani berkelanjutan

Nurak mengatakan bahwa masih banyak hal yang mesti digarap setelah petani berhasil mengorganisasi diri untuk meninggikan posisi tawar di hadapan para tengkulak. Langkah selanjutnya adalah meningkatkan mutu dan produktivitas serta menerapkan pola pertanian berkelanjutan.


"Kelompok petani berhasil didorong memiliki perencanaan kebun," kata Nurak.
Bagi yang memiliki lahan di dekat mata air didorong supaya menanam sayur-mayur yang tumbuh membutuhkan lebih banyak air. Bagi yang mengolah lahan kering, menggunakan pola agroforestri, yaitu menanam tanaman pangan, seperti jagung dan kacang tanah, atau padi pada musim hujan. Mereka juga mengembangkan ternak untuk menambah sumber pendapatan serta menghasilkan pupuk kandang.


"Pola-pola itu dikembangkan sekaligus sebagai upaya konservasi tanah," kata Nurak
Ia menjelaskan kepada UNDP bahwa sekarang ini program yang dijalankan tersebut telah melibatkan 5.305 keluarga di 40 desa dari 12 kecamatan di wilayah kabupaten Timor Tengah Utara. Jumlah tersebut mencapai 57 persen dari total 9.354 keluarga dengan tingkat keterlibatan perempuan 42 persen, yaitu 3.275 perempuan petani yang aktif dari total peserta 7.681 perempuan.


Saat ini tercatat petani yang didampingi YMTM memiliki kebun seluas 2.628 hektar. Setiap keluarga anggota rata-rata memiliki lahan 0,49 hektar.


Luas areal sayur dalam tiga tahun terakhir meningkat dari 5 hektar menjadi 28,9 hektar. Sebanyak 16 lembung untuk memanen air hujan berhasil dibuat. Jumlah sapi yang dipelihara secara intensif para anggota mencapai 1.033 ekor.


Deputy Country Director UNDP Stephen Rodriques sewaktu hadir dalam dialog di Jakarta, akhir Maret 2011, mengatakan bahwa ternyata inisiatif lokal seperti yang ditempuh YMTM terbukti bisa mengembangkan pembangunan berkelanjutan dan program pembangunan di suatu negara (berkembang) tanpa membutuhkan dana besar.


Nurak merupakan cerminan sikap peduli terhadap masyarakat petani lemah. Mereka bergerak nyata mencari nafkah dan bersedia bertanggung jawab terhadap lingkungan yang lestari demi anak cucu.


Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 10 MEI 2011



VINSENSIUS NURAK

Lahir : Boas, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, 11 Mei 1964
Istri : Marselina Sumu (45)
Anak :
- Yoseph Paskalis Nurak (16)
- Christofel Edward Nurak (13)
- Maria Ducis Nurak Banunaek (10)
- Silvia Gloria Nurak Banunaek (7)
Pendidikan :
- SD Katolik Hanono-Boas Belu (1972-1977)
- SMP Katolik Santo Yoseph Seon-Belu (1978-1982)
- SMA Negeri Atambua (1982-1985)
- Fakultas Pertanian Jurusan Agronomi Universitas Nusa Cendana, Kupang (1985-1990)
Pengalaman kerja:
- Koordinator LSM Geo Meno (1990 sampai 1997)
- Wakil Ketua II Koordinator Kegiatan Kesejahteraan Sosial (KKKS) Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT (1994-kini)
- Wakil Ketua Forum Komunikasi LSM Se-Kabupaten TTU (1994-kini)
- Dewan Koordinasi Konsorsium Pengembangan Masyarakat Dataran Nusa Tenggara (1997-kini)
- Tim Penyusun Kurikulum Agroforestri
- Dosen Fakultas Pertanian Universitas Timor (2001-kini)
- Ketua Dewan Evaluasi Kota (2002-kini)
- Direktur yayasan Mitra Tani Mandiri (2003-kini)
- Penulis Buku "Emas Hijau Lahan Kering. Pengalaman Yayasan Mitra Tani Mandiri" 2010.

No comments: