Sunday, May 15, 2011

Dana Iklim Hijau: Kemana Indonesia?




http://suar.okezone.com/read/2011/05/06/58/453983/58/dana-iklim-hijau-kemana-indonesia
Jum'at, 6 Mei 2011 - 11:16 wib
Opini


Komite Transisi Dana Iklim Hijau (Green Climate Fund) telah mengadakan rapat pertamanya pada tanggal 28-29 April 2011 di Meksiko. Indonesia tidak terdaftar sebagai anggota komite transisi ini.

Email dari Mohammed Al Sabban (pemimpin Grup Asia) pada tanggal 10 April 2011 kepada Sekretariat Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) tidak mengusulkan Indonesia untuk menjadi anggota Komite Transisi Dana Iklim Hijau. Grup Asia diwakilkan oleh China, India, Pakistan, Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina dan Singapura. Ada kabar tidak masuknya Indonesia menjadi anggota komite transisi ini memang disengaja. Indonesia sengaja mengalah agar didukung negara ASEAN untuk duduk sebagai anggota Dewan Dana Iklim Hijau yang memiliki posisi lebih kuat dari anggota Komite Transisi Dana Iklim Hijau.

Salah Strategi?

Sudah terdapat sejumlah dana perubahan iklim dalam mekanisme UNFCCC sebelum terciptanya Dana Iklim Hijau. Namun Dana Iklim Hijau dapat dikatakan paling istimewa. Pertama, Dana Iklim Hijau akan menyediakan dana perubahan iklim terbesar dibandingkan inisiatif dana lainnya. Jumlahnya sebesar 100 miliar dolar AS per tahun mulai tahun 2020. Kedua, Indonesia memiliki peluang besar untuk mendapatkan dana tersebut.
  
Komite Transisi Dana Iklim Hijau sangat strategis. Komite transisi memiliki 40 anggota. Terdapat 15 anggota dari negara maju dan 25 anggota dari negara berkembang. Semua anggota G-7 merupakan anggota Komite Transisi Dana Iklim Hijau. Hampir semua anggota G-20 juga merupakan anggota komite transisi ini. Hanya Indonesia dan Turki saja yang bukan anggota komite transisi ini. Selain itu Indonesia juga merupakan satu-satunya negara yang tidak menjadi anggota komite transisi ini dari 5 negara berpenduduk terbesar di dunia. Cina, India, Amerika Serikat dan Brasil merupakan anggota Komite Transisi Dana Iklim Hijau.
  
Diplomasi Indonesia dapat dikatakan salah langkah. Pertama, Dewan Dana Iklim Hijau belum tentu terbentuk dalam waktu dekat. Kesepakatan Cancun pada Konferensi Para Pihak Perubahan Iklim Ke-16 (COP-16) tahun 2011 yang mengatur Dana Iklim Hijau tidak bersifat mengikat secara hukum. Pembentukan Dewan Dana Iklim Hijau sangat tergantung dari kesiapan dan dorongan komite transisi.

Kedua, Indonesia belum tentu diusulkan menjadi Dewan Dana Iklim Hijau. Jikapun memang benar, Indonesia sengaja “disimpan” ASEAN untuk menjadi anggota Dewan Dana Iklim Hijau, hal ini memiliki kekuatan hukum yang lemah karena tidak adanya bukti hitam diatas putih. Selama tidak ada kesepakatan berkekuatan hukum, maka tidak ada jaminan ASEAN dan Grup Asia akan menunjuk Indonesia sebagai anggota Dewan Dana Iklim Hijau.
  
Ketiga, Indonesia telah kehilangan peluang besar sebagai konseptor Dana Iklim Hijau. Salah satu tugas terpenting dari komite transisi ini adalah merekomendasikan metode dan bentuk pemberian dana perubahan iklim yang akan diberikan kepada negara berkembang. Apakah itu dalam bentuk hibah, utang dengan bunga ringan atau bunga yang sama seperti bank komersial. Ini semua tergantung rekomendasi Komite Transisi Dana Iklim Hijau.

Dana bukan Pujian

Hampir semua pembicara memuji peran strategis Indonesia dalam negosiasi perubahan iklim global pada acara Business for Environment Global Summit (B4E) 2011 di Jakarta (27-29 April 2011). Jangan pujian yang pemerintah cari. Kita perlu dana. Dana yang sangat besar untuk membiayai mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia. Selain itu pemerintah jangan dulu berbangga hati. Mitigasi dan adaptasi di Indonesia masih jauh dari kata memuaskan.

Pemerintah telah keliru karena tidak memanfaatkan momentum untuk menjadi anggota Komite Transisi Dana Iklim Hijau. Namun masih ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, Indonesia dapat terus mengikuti perkembangan komite transisi dan memberikan saran tertulis secara rutin kepada komite ini. Kedua, Indonesia harus dapat menolak rekomendasi Komite Transisi Dana Iklim Hijau pada pertemuan COP apabila usulan komite transisi bertentangan dengan prinsip hukum perubahan iklim internasional. Dua hal ini diatur dalam rezim hukum perubahan iklim internasional.

Pengawalan kerja terhadap Komite Transisi Dana Iklim Hijau penting dilakukan. Saat ini belum ditentukan bagaimana bentuk penyaluran dana dari Dana Iklim Hijau pada tahun 2020. Apakah itu melalui hibah atau melalui utang. Pemerintah tidak boleh menyerah begitu saja kepada skema utang. Utang adalah jalan pintas, sedangkan hibah merupakan perjuangan. Indonesia harus berdiplomasi dengan serius agar penyaluran dana diberikan dalam bentuk hibah. Dasar hukumnya adalah prinsip “Tanggung Jawab Bersama tetapi Berbeda.” Dimana negara maju memiliki tanggung jawab lebih besar dibandingkan negara berkembang karena negara maju paling bertanggungjawab terhadap terjadinya perubahan iklim.

Indonesia perlu waspada terhadap berbagai upaya dari negara maju untuk melumerkan prinsip ini. Dana Iklim Hijau tidak boleh dijadikan Bank Iklim Hijau. Dana Iklim Hijau bukan Bank Dunia. Dana Iklim Hijau bukan bank komersil, apalagi rentenir. 


Handa S. Abidin, S.H., LL.M.
Pengamat Hukum Perubahan Iklim
Kandidat Ph.D. dari University of Edinburgh School of Law

No comments: