[JAKARTA] Para jenderal puraniwaran TNI Angkatan Darat sudah muak dengan situasi dan kondisi bangsa yang semakin memprihatinkan saat ini. Pasalnya terjadi begitu banyak kebohongan, terutama dalam hal konstitusional yang menyebabkan bangsa ini menjadi kerdil.
Demikian benang merah diskusi pengurus Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) dengan redaksi Suara Pembaruan di Jakarta, Kamis (5/5). Pengurus PPAD itu dipimpin oleh Ketua Umumnya Letjen TNI (Purn) Suryadi dan Sekretaris Umum Mayjen TNI Suhardo. Hadir juga antara lain Ketua DPP bidang Pengkajian Letjen TNI Kiki Syahnakri.
Menurut Suryadi, amandemen UUD 1945 yang sebanyak empat kali membuat bangsa ini kehilangan identitas. UUD hasil amandemen saat ini, yang oleh mereka disebut UUD 2002, sudah keluar jauh dari UUD 1945. Akibatnya bangsa ini kehilangan roh, semakin berpikir pragmatis, dan masyarakatnya terfragmentasi. Masalah kecil saja bisa menyulut konflik dan mencabik-cabik persatuan dan kesatuan bangsa.
“Yang kita prihatinkan tidak terlepas dari idealisme kita yaitu kebohongan-kebohongan terutama soal konstitusional. Kita katanya pakai UUD 45 tapi kenyataan di lapangan sama sekali tidak sesuai UUD 1945. Sebab UUD 2002 berbeda dengan pembukaan UUD 1945. Akibatnya, bangsa ini berpikiran pragmatis. Orang berpikir bagaimana bisa hidup hari esok, bagaimana saya dan kelompok saya bisa hidup. Kalau hal seperti ini tidak diatasi, rakyat akan mati dengan sendirinya,” paparnya.
Sedangkan Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri mengemukakan, kondisi bangsa saat ini memerlukan perhatian seluruh anak bangsa. Sebab kehidupan bangsa ini sudah terlalu liberal. Terlalu banyak kerusakan bangsa ini akibat perubahan UUD. “Kami ingin kembalikan kehidupan berbangsa ini kepada roh dan muka dimah UUD 1945,” ujar mantan Wakil KASAD itu.
Dia mencontohkan, UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal. UU itu antara lain mengatur bahwa perusahan asing bisa diberi ijin selama 195 tahun untuk mengeruk kekayaan alam di Indonesia. Sementara bangsa ini tidak mendapat apa-apa.
Selain itu, pemekaran daerah saat ini dinilainya sudah berlebihan dan tidak terkontrol lagi. Akibatnya, orang melihat pemekaran tidak untuk menciptakan kesejahteraaan masyarakat melainkan hanya sebagai peluang untuk menjadi kepala daerah.
“Kalau masalah-masalah seperti ini dibiarkan, bangsa ini bukan tambah baik tetapi malah tambah buruk,” ujarnya.
Sementara itu, Mayjen TNI (Purn) Sutoyo mengakui bahwa PPAD sering mengeritik kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meskipun sebenarnya yang mereka kritik bukanlah pribadi SBY tetapi kebijakan pemerintah. Apalagi, PPAD juga mengeritik presiden-presiden sebelumnya seperti Habibie, Gus Dur, dan Megawati Soekarnoputri. “Kebetulan saja yang sedang memimpin sekarang adalah Pak SBY,” ujarnya. [A-21]
No comments:
Post a Comment