Minggu, 24 Desember 2006
Dalam konteks historis, kehidupan Yesus Kristus (Isa al-Masih) hanyalah sesaat. Namun, jejak dan pengaruhnya sangat besar dalam membangun peradaban manusia. Pesan dan warisan yang paling fundamental dan senantiasa hidup adalah agar manusia senantiasa berbagi dan memelihara kasih (silaturahmi).
Nama yang populer dalam Al Quran adalah ’Isa berasal dari kata Yeshu’ dalam bahasa Suriah, dan dalam bahasa Yahudi disebut Yeshua, kependekan dari Yeshoshua, yang artinya penyelamatan dari Tuhan. Perubahan dari nama Yeshu’ menjadi Yesus, sebagaimana Musa menjadi Moses, merupakan pengaruh lisan Eropa, bukannya tradisi Semitik.
Dalam Al Quran sedikitnya sebanyak 25 kali nama Isa disebut, dan ada tiga surah (chapter) yang mengabadikan cerita seputar keluarga Isa, yaitu surah Ali Imran (Keluarga Imran), Al-Maidah (Jamuan Makan), dan Maryam (Maria). Ini menunjukkan betapa posisi Isa dalam Islam sangat dimuliakan sehingga siapa pun yang melecehkan sosok Isa, umat Islam juga akan tersinggung.
Bahkan, Al Quran sangat jelas dan tegas melakukan pembelaan tentang kesucian Maryam dan kemukjizatan Isa ketika Maryam dan Isa dihina dan didustakan oleh orang- orang Yahudi. Perbedaan yang sangat fundamental antara Islam dan Kristen terletak pada penafsiran seputar hubungan Allah dan Yesus dalam mengemban misi penyelamatan (salvation) bagi manusia.
Teologi Kristen mengajarkan bahwa Yesus adalah inkarnasi Allah. Yesus adalah Firman yang hidup, yang mendarah dan mendaging. Sedangkan dalam ajaran Islam, firman Allah tertuang dalam kitab suci Al Quran.
Meski ada perbedaan fundamental dalam memahami hakikat dan peran Yesus, namun dalam etika sosial banyak sekali titik temu yang dapat menjadi agenda bersama, yaitu ajaran Yesus agar manusia saling mengasihi dan mencintai.
Di tengah krisis kemanusiaan akibat merebaknya sengketa dan konflik di dunia saat ini, spirit Natal yang menyeru hati dan pikiran untuk menebar dan merajut tali kasih antarsesama, apa pun agama, bangsa, dan sukunya, menjadi relevan. Dari sekian banyak nama Allah, yang paling dianjurkan untuk disebut nama-Nya adalah Dia Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini mengandung ajaran agar setiap manusia menjadi instrumen Allah untuk menyebarkan sifat Kasih dan Sayang-Nya di mana pun dan kapan pun berada, baik melalui pikiran, omongan, penglihatan, dan tindakan. Inilah yang terkandung dalam ajaran silaturahmi, yaitu merajut tali kasih ilahi dalam kehidupan sosial.
Silaturahmi yang sejati akan terwujud hanya ketika seseorang berada dalam gelombang kesadaran spiritual yang melampaui batas-batas suku, bangsa, dan agama karena Allah menciptakan manusia dan meniupkan Ruh-Nya ke dalam setiap jiwa sebelum menciptakan suku dan agama. Kasih dan kebenaran ilahi akan semakin terang ketika kita mampu keluar dari kungkungan egoisme emosi, pikiran, dan hegemoni kelompok, lalu menapaki Jalan Lurus (shirat al- mustaqim) dan jalan damai (salam) untuk menggapai kasih-Nya.
Komaruddin Hidayat Seorang Muslim, Pengamat Sosial Keagamaan
No comments:
Post a Comment